Jumat, 14 Januari 2022

Memilih Miskin Belum Tentu Sengsara

Jika Anda diberi dua pilihan: menjadi kaya atau menjadi miskin. Mana yang akan Anda pilih?


Hampir pasti semua orang yang kita tanya akan memilih kaya. Sebab, kaya itu menyenangkan, sedang miskin itu menyengsarakan.

Begitu pula ketika Anda ditanya, apakah memilih sehat atau memilih sakit? Tentu Anda akan menjawab memilih sehat. Sebab, sehat itu menyenangkan, sedang sakit itu menyengsarakan. 

Pilihan ini tidak keliru. Kita tahu, banyak sekali kebajikan yang bisa kita lakukan jika kita kaya. Bahkan, dengan kekayaan tersebut, kita bisa membangun sumber pendapatan pahala yang terus mengalir meskipun kita sudah meninggal.  

Masih ingat cerita tentang sumur Utsman bin Affan? Ya, Utsman adalah sahabat Rasulullah SAW yang kaya. Dengan kekayaannya beliau bisa membeli sebuah sumur dari seorang Yahudi dengan harga yang sangat mahal. Jika sebelumnya kaum Muslim harus mengantri untuk membeli air dari sumur orang Yahudi tersebut, maka setelah dibeli oleh Utsman kaum Muslim bebas mengambil air tanpa harus membeli. Bahkan, manfaat sumur tersebut bisa dirasakan sampai sekarang.

Begitu pula ketika kita sehat, pastilah banyak sekali kebajikan yang bisa kita lakukan ketimbang ketika kita sakit. Orang yang sehat bisa beribadah secara sempurna, melakukan safar untuk menuntut ilmu, atau membantu orang lain yang butuh tenaga.

Namun, keliru jika kita memilih kaya atau memilih sehat hanya karena takut sengsara. Kalau sekadar sengsara di dunia, mungkin saja ya! Tapi, sengsara di akhirat, belum tentu! 

Boleh jadi kemiskinan dan rasa sakit yang kita derita justru memudahkan kita untuk hidup senang di akhirat. Atau, sebaliknya, boleh jadi kekayaan dan kesehatan itulah yang justru membuat kita sengsara di akhirat kelak. Na'udzubillahi min dzalik.

Mengapa seperti itu?

Bagi kaum Mukmin yang mengimani bahwa hidup bukan sekadar di dunia, namun juga di akhirat, bahkan akhiratlah tujuan yang sebenarnya, maka ia akan ikhlas menerima apa pun keadaannya asalkan hal tersebut bisa memudahkannya menuju kebahagiaan di akhirat. 

Tentang sakit yang kita derita, misalnya, bukanlah sesuatu yang harus dikutuk. Sebab, bisa jadi rasa sakit tersebut justru akan mengikis habis dosa seorang hamba. Hal ini dikisahkan oleh Muslim bahwa suatu ketika Rasulullah SAW mengunjungi seorang sahabat wanita bernama Ummu Sa'ib yang sedang gelisah luar biasa.

Rasulullah SAW bertanya kepada Ummu Sa'ib apa yang membuatnya gelisah? 

"Saya demam parah. Semoga Allah mengutuk penyakit ini," kata wanita itu. 

Rasulullah SAW kemudian bersabda, "Jangan mengutuk demam. Sebab sesungguhnyanya penyakit itu seperti tungku yang menghilangkan kotoran dalam besi."

Begitu juga kemiskinan, tak layak kita ratapi. Sebab, boleh jadi ketiadaan harta justru akan mempercepat hisab kita di akhirat kelak.

Rasulullah SAW pernah bersabda kepada kaum fakir dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, " Wahai orang-orang fakir, apakah aku tidak memberi kabar gembira pada kalian bahwa orang-orang mukmin yang fakir akan masuk surga lebih dulu sebelum orang-orang mukmin yang kaya dengan jarak setengah hari akhirat (atau setara dengan 500 tahun)."

Jadi, mari kita jalani hari-hari kita dengan rasa syukur dan sabar, apa pun keadaan kita saat ini. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat