Kamis, 16 Desember 2021

Mari Berjamaah, Jangan Sendirian!

Sejatinya, berkumpul adalah fitrah manusia. Itulah yang kita saksikan dalam realitas sosial saat ini. Orang-orang yang memiliki kesamaan hobi, misalnya, akan berkumpul membentuk wadah sesuai dengan hobinya. Juga orang-orang yang memiliki kesamaan profesi, akan  berkumpul membentuk organisasi sesuai dengan profesinya. 


Demikian pula orang-orang yang memiliki kesamaan keadaan, semisal sama-sama menyekolahkan anaknya pada suatu sekolah. Mereka membentuk grup atau perkumpulan. Bahkan, orang-orang yang memiliki kesamaan nama pun, ada yang membentuk wadah. 

Orang-orang yang mengelompok ini kemudian tak sekadar berkumpul. Mereka juga memilih pemimpin di antara mereka dan membuat aturan main yang disepakati bersama. 

Ini membuat mereka semakin solid. Pekerjaan yang berat akan dipikul bersama-sama sehingga terasa ringan. Ada tolong menolong di antara mereka. Yang kuat membantu yang lemah, yang kaya membantu yang miskin.

Jika ada masalah, mereka akan pecahkan bersama-sama. Mereka memang memiliki potensi yang berbeda-beda. Ada yang ahli dalam satu urusan, namun tidak ahli dalam urusan yang lain. Namun, ketika potensi itu disatukan, maka masalah apa pun yang timbul, bisa mereka temukan solusinya secara bersama-sama. Ini yang tak akan didapati bila mereka bergerak sendiri-sendiri.  

Jika untuk urusan dunia, manusia kemudian berkumpul dan mengelompok, bagaimana pula untuk urusan akhirat? Seharusnya mereka juga berkumpul, tidak sendiri-sendiri. Sebab, perkara akhirat bukan perkara mudah, sementara tujuan yang hendak dicapai cuma satu, yakni menggapai ridho Allah dan mendapat ganjaran surga.

Bukankah bila kita hendak menempuh jalan yang panjang akan terasa lebih ringan bila dilewati bersama-sama?  Hidup di dunia adalah jalan yang panjang. Di sana ada banyak sekali rintangan, bahkan juga jebakan. Di sana juga ada musuh abadi manusia, yakni setan, yang sangat licik dan bernafsu untuk menggelincirkan manusia.

Maka, jika kita lalui jalan panjang ini secara bersama-sama, bukankah akan terasa lebih ringan? Jika ada yang tergelincir di antara kita, maka akan ada orang lain yang menarik tangannya. Begitu pula jika ada yang tertatih-tatih dan merasa tak sanggup lagi berjalan, maka akan ada orang lain yang menuntunnya. Itulah jamaah.

Wajarlah bila kemudian Rasulullah SAW berkata, sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad,  “Berdua lebih baik daripada sendiri, bertiga lebih baik daripada berdua, berempat lebih baik daripada bertiga, maka hendaklah kalian tetap berjamaah, karena sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku kecuali atas sebuah petunjuk (hidayah).” 

Secara bahasa, menurut Majmu’ Fatawa Ibni Taimiyah, makna al-Jama’ah adalah perkumpulan, walupun ada juga ulama yang mengartikannya sebagai kaum. Para ulama membuat sejumlah definisi tentang al-Jamaah sesuai dengan banyaknya hadits tentang istilah ini. Sahabat Rasulullah SAW, Abdullah bin Mas’ud, misalnya, menafsirkan istilah al-Jama’ah sebagai berikut,  “Al-Jama’ah adalah siapa saja yang sesuai dengan kebenaran walaupun engkau sendiri.”

Imam Asy Syathibi, yang dinukil dari Fatwa Lajnah Ad Daimah, mengatakan, "Al Jama’ah adalah bersatunya umat pada imam yang sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah."

Dengan demikian, berkumpulnya orang-orang yang memiliki kesamanaan hobi, profesi, keadaan, atau bahkan nama, tidak otomatis menjadi jamaah. Sebab, berkumpulnya mereka belum tentu untuk tujuan menegakkan Islam. Aturan yang disepakati oleh mereka belum tentu sesuai dengan al-Qur'an dan Sunnah. 

Lagi pula, al-Jamaah, menurut Ibnu Taimiyah, bertolak belakang dengan kekelompokan atau berkelompok-kelompok. Al-Jamaah adalah bersatunya, bukan berkelompok-kelompoknya. 

Mari berjamaah, jangan sendirian!

Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat