Seorang pakar komunikasi mempersilahkan ibu-ibu untuk memilih satu dari tiga calon menantu yang memiliki sejumlah keadaan dan karakter seperti ini. Calon menantu pertama: pintar, tajir, gaul, dan modis. Kedua: gaul, modis, pintar, dan tajir. Ketiga: tajir, gaul, pintar, dan modis. Yang mana yang dipilih? Calon menantu pertama, kedua, atau ketiga?
Anak-anak Papua sedang asyik mengobrol (foto ilustrasi) |
Rupanya, pilihan ibu-ibu tersebut tidak sama. Ada yang memilih nomor satu karena alasan ingin calon menantunya pintar sebagaimana urutan awal dari sejumlah karakter yang disodorkan. Ada juga yang memilih nomor tiga karena alasan ingin calon menantunya kaya.
Lalu, sang pakar komunikasi menimpali, "Baru urutan kata saja yang dibuat berbeda, pilihan orang sudah ikut berbeda. Padahal, ketiga calon menantu tersebut sama saja karakter dan keadaannya. Hanya urutannya saja yang dibolak-balik."
Fakta ini menunjukkan bahwa pesan awal amat menentukan kesan yang ingin dibangun oleh si pembuat pesan. Jika seseorang disebutkan memiliki karakter cerdas, pendiam, dan agak pemarah, maka kata "cerdas" akan mendominasi pikiran sang penerima pesan. Sebab, kata itu ditaruh di depan.
Namun, jika kata "agak pemarah" ditaruh di depan, maka karakter itulah yang mendominasi pikiran mereka. Padahal, keduanya sama saja.
Dalam dunia jurnalistik, informasi awal tersebut dinamakan lead. Pilihan atas lead amat menentukan kesan yang ingin dibangun oleh sang jurnalis.
Sedangkan pola mengurutkan informasi yang dianggap paling penting pada posisi awal (atas), kemudian menempatkan informasi yang dianggap kurang penting pada bagian bawah, dinamakan Piramida Terbalik.
Dengan pola ini, pembaca akan langsung "nyambung" dengan apa yang ingin diceritakan sang wartawan. Tidak perlu berputar-putar dulu.
Di era hujan informasi seperti sekarang ini, pola komunikasi seperti itu perlu diterapkan oleh para juru dakwah. Buatlah pesan pertama yang begitu menggoda. Selanjutnya, terserah Anda mau dibawa ke mana pesan itu.
Jika ini tidak dilakukan maka pembaca atau pemirsa akan cepat berpaling pada pesan-pesan lain, secepat mereka memindahkan ujung jari telunjuk di layar handphone mereka. Bukankah pilihan begitu banyak tersedia? Mulai dari pesan yang mengekang hawa nafsu, sampai memanjakan hawa nafsu.
Karena itu, kata Sang Pakar Komunikasi tadi, sebelum membuat pesan, ada baiknya kuasai terlebih dahulu "product knowledge" atau materi yang akan disampaikan. Para jurnalis menyebut "product knowledge" ini dengan 5W+1H, atau where, when, what, why, who, dan how.
Setelah itu, temukan big idea (gagasan besar) dari "product knowledge" tadi. Para jurnalis menyebutnya sebagai "angle".
Kemudian, mulailah mengemas pesan secara sadar. Artinya, paham tujuan pesan itu disampikan, tahu bagaimana pola pesan itu disusun, dan mengerti diksi yang cocok untuk dipilih. Lalu, setelah semua selesai, baru sebarkan pesan itu.
Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat