Jumat, 09 April 2021

Ingin Menulis Bagus? Luruskan Niat!

Ada pertanyaan klasik yang kerap ditanyakan peserta pelatihan menulis dan jurnalistik. "Bagaimana caranya menulis bagus?"


Sepintas, jawaban atas pertanyaan itu mudah saja. Ikuti pelatihan menulis atau jurnalistik, insya Allah Anda akan bisa! 

Hanya saja, betapa banyak orang yang ikut pelatihan jurnalistik, namun setelah selesai, tetap saja tidak bisa menulis dengan baik. Apalagi jika pelatihan itu hanya berlangsung sebentar saja. Rasanya tak mungkin seseorang yang baru masuk kelas jurnalistik dan setelah keluar beberapa jam kemudian, tiba-tiba menjadi pandai menulis.

Bahkan, banyak juga mahasiswa yang kuliah di jurusan jurnalistik, dan setelah wisuda tetap saja tak bisa menulis dengan baik. Jadi, ikut pelatihan atau kuliah di jurusan jurnalistik pun tidak menjamin bisa menjadi penulis handal atau jurnalis profesional. Ini sama seperti mahasiswa yang kuliah di fakultas pertanian, namun setelah wisuda ternyata tak bisa mencangkul.

Lalu, apa kiat agar bisa menjadi seorang jurnalis yang handal? Banyak yang bilang, kiatnya perbanyak praktik. Saya juga kerap menjawab pertanyaan klasik di atas dengan cara ini. Secara sederhana saya berseloroh. "Jika Anda ingin bisa menulis bagus, caranya mudah. Ambil pena, ambil kertas, lalu mulailah menulis! Jika Anda lakukan ini berulang-ulang maka tulisan Anda yang ke 100, atau ke-500, atau mungkin ke-1000, sudah bagus!"

Para jurnalis muda yang melamar kerja di sejumlah media massa kebanyakan tak bisa menulis bagus. Namun, sejak hari pertama, mereka sudah dipaksa menulis sesuai target. Bahkan, satu hari bisa lima artikel jurnalistik.  Lama-lama, mereka bisa, baik melakukan reportase (termasuk wawancara), maupun menulis laporan hasil liputan.

Akan tetapi, setelah beberapa tahun kemudian, banyak di antara mereka yang mulai jenuh. Insting jurnalistik mereka mulai tumpul. Daya juang mulai melemah. Apalagi bila mereka menjalani profesi jurnalis hanya karena tuntutan ekonomi. Ketika nominal yang diterima tak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka mereka mulai banting stir. Hari ini menjadi jurnalis, besok sudah menjadi penyeduh kopi.    

Jadi, rupanya, menguasai teori dan praktik jurnalistik saja tidak cukup. Masih ada satu syarat lagi yang justru lebih penting dari semua itu. Yakni, luruskan niat! 

Niat ini amat penting. Bukankah dalam ibadah, niat selalu ditempatkan sebagai rukun pertama? Bahkan niat bisa menjadikan suatu perbuatan dinilai biasa-biasa saja, atau berpahala. Itu berarti, kesudahan suatu perbuatan bisa dilihat dari niatnya.

Jadi, sebelum menggeluti dunia jurnalistik, ayo luruskan dahulu niat! ***

1 komentar:

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat