Jumat, 29 Januari 2021

Sabar dalam Dakwah Adalah Keberuntungan

Kata sabar secara khusus dipilih oleh Allah Ta'ala dalam surat al-Asr [103] bersandingan dengan kata haq (kebenaran). Wa tawaashou bil haqqi wa tawaashou bish-shobr

Kedua kata ini memang sangat erat hubungannya. Kebenaran (haq), menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya tentang ayat ini, adalah mewujudkan semua bentuk ketaatan dan meninggalkan semua yang dilarang. Itulah jalan yang lurus. Menapakinya, mutlak perlu kesabaran. Jika tidak maka manusia akan mudah tergelincir, atau berubah arah menapaki jalan yang bengkok.

Iman dan amal, dilanjutkan dengan dakwah kepada kebenaran, dan ditutup dengan kesabaran, menjadi paket komplit yang terangkum dalam surat al-Asr [103]. Wajarlah bila Imam Syafe'i dalam tafsirnya menulis tentang ayat yang turun di Makkah ini dengan mengatakan, "Seandainya Allah tidak menurunkan hujjah atas para hamba-Nya melainkan hanya surat ini (saja), niscaya itu telah cukup."

Yang menarik, sabar dalam ayat ini ---masih menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya--- bermakna tabah menghadapi segala macam cobaan, takdir, serta gangguan yang menyakitkan dari orang-orang yang ia seru untuk melakukan kebajikan, dan ia larang dari melakukan kemungkaran. 

Harus kita akui, menyeru kepada kebaikan memang tak mudah. Terlebih melarang kepada kemungkaran. Banyak yang akan menentangnya, apalagi bila mereka sudah merasa kenyamanannya terusik, entah kepentingan duniawinya, atau kesenangan syahwatnya.  

Manusia yang sudah merasa nyaman dengan suatu keadaan cenderung mempertahankan keadaan itu. Bahkan, tak sedikit yang rela melakukan apa saja agar keadaan itu tak berubah. Mereka bahkan tak takut dengan azab Allah Ta'ala yang bisa memporakporadakan kenyamanan itu sewaktu-waktu.

Allah Ta'ala sudah mengingatkan hal ini dalam al-Qur'an surat Al A'raf [7] ayat 99, "...Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang datang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi."

Jadi, kalau bukan karena perintah bersabar, mana mungkin para dai akan kuat mengajak orang-orang yang telah terlena ini untuk mengingat Dzat yang mampu melenyapkan segala kenikmatan dalam sekejap? Bukti telah banyak terpapar di depan mata bagaimana para penyeru kebenaran  ditentang, disakiti, bahkan dirampas kebebasannya.

Sejarah juga telah mencatat bahwa penentangan ini telah ada sejak zaman dahulu kala. Para Nabi dan Rasul menerima penentangan yang paling berat. Namun mereka tetap bertahan dengan kesabarannya. Teladan yang sangaat indah tentang ini diperlihatkan oleh Nuh Alaihissalam (AS). 

Bayangkan, ia bertahan dalam dakwah selama lebih dari 900 tahun. Nuh AS bersabar dari rasa jemu dan lelah. Beliau berdakwah dari siang ke malam, sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, meskipun kaumnya tetap ingkar seraya mencemooh, menghina, dan mengancam. Hingga akhirnya Allah Yang Maha Berkehendak memberikan keputusan-Nya kepada kaum Nuh lewat bencana banjir yang sangat dahsyat. 

Allah Ta'ala mengabadikan kesabaran Nuh AS ini lewat doa yang dipanjatkan kepada Rabb-nya sebagaimana dikutip dalam al-Quran surat Nuh [71] ayat 5 sampai 7. "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku siang dan malam, tetapi seruanku itu tidak menambah (iman) mereka, justru mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya aku setiap kali menyeru mereka (untuk beriman) agar Engkau mengampuni mereka, namun mereka memasukkan anak jarinya ke telinganya dan menutupkan bajunya (ke wajahnya) dan mereka tetap (mengingkari) dan sangat menyombongkan diri."

Para penyeru kebaikan tak akan berhenti berdakwah karena mengimani bahwa dengan menyeru kepada yang maruf dan mencegah perbuatan mungkar akan menjadikan mereka umat terbaik di antara umat lain yang ada di muka bumi. Allah Ta'ala telah menegaskan hal ini dalam al-Quran surat Ali Imron [3] ayat 110, "Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah ..."

Mereka juga mengimani bahwa jalan yang mereka tempuh tersebut, meski harus menghadapi banyak rintangan, justru lebih menguntungkan ketimbang kehidupan manusia yang bergelimang harta namun lalai. Bukankah dalam al-Quran surat al-Asr [103] Allah Ta'ala telah bersumpah demi waktu (wal ashr) bahwa seluruh manusia di muka bumi ini berada dalam kerugian kecuali para penyeru kebenaran yang di dadanya ada iman dan perbuaatannya senantiasa dipenuhi kebajikan (amal shaleh).

Wallahu a'alam. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat