Dalam beberapa ayat al-Qur'an, Allah Ta'ala mengisyaratkan bahwa kadar iman seseorang bisa bertambah, bisa juga berkurang. Rasulullah SAW juga mengisyaratkan hal serupa dalam beberapa hadits.
Dalam surat at-Taubah [9] ayat 124, misalnya, Allah Ta'ala berfirman, "Dan apabila diturunkan suatu surat maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, 'Siapakah di antara kalian yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?'. Adapun orang-orang yang beriman maka surat (dalam al-Qur'an) ini menambah imannya dan mereka merasa gembira."
Demikian pula dalam surat Ali Imron [3] ayat 173, "... ternyata (ucapan) itu menambah (kuat) iman mereka ...", atau pada surat al-Fath [48] ayat 4, "Supaya keimanan mereka bertambah ..."
Rasulullah SAW, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, berkata, "Iman itu lebih dari tujuh puluh atau lebih dari enam puluh cabang. Yang paling utama adalah perkataan Laa ilaaha illa Allah, dan yang paling rendah adalah membersihkan gangguan dari jalanan, dan rasa malu adalah salah satu cabang dari iman." Hadits ini jelas menunjukkan bahwa iman memiliki tingkatan, bukan berada dalam satu derajat keutamaan saja.
Umar bin Khaththab pernah juga berkata kepada para sahabatnya, "Marilah kita menambah iman kita." (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf). Sedangkan sahabat Rasulullah SAW yang lain, Abu ad-Darda', mengatakan, "Iman itu bertambah dan berkurang." (Riwayat Abdullah bin Ahmad dalam as-Sunnah)
Iman yang berkurang berarti belum kokoh. Ia masih mudah goyah, gampang turun. Agar iman kokoh maka harus diuji. Ibarat tubuh, semakin ditempa dengan olah fisik, ia akan semakin kuat. Sebailknya, tubuh yang jarang olah fisik, akan lemah, mudah capek, dan rapuh.
Olah iman yang paling tepat adalah ujian. Semakin sering diterpa ujian maka iman kian kuat jika kita lulus dari ujian tersebut. Allah Ta'ala telah memberi isyarat soal ini dalam surat al-Ankabut [29] ayat 2, "Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, 'Kami telah beriman,' padahal mereka tidak diuji?"
Orang-orang yang paling kuat imannya adalah para Nabi dan Rasul. Mereka adalah orang-orang yang paling berat ujian hidupnya. Ini dinyatakan oleh Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, saat ditanya para sahabatnya, "Siapakah orang yang paling berat cobaannya?"
Rasulullah SAW menjawab, "Para nabi, kemudian orang-orang shaleh, kemudian orang-orang sesudah mereka secara berurutan berdasarkan tingkat kesalehannya. Seseorang akan diberikan ujian sesuai dengan kadar agamanya. Bila ia kuat, ditambah cobaan baginya. Kalau ia lemah dalam agamanya, akan diringankan cobaan baginya. Seorang mukmin (orang yang beriman) akan tetap diberi cobaan sampai ia berjalan di muka bumi ini tanpa dosa sedikit pun."
Jadi, jangan buru-buru berburuk sangka kepada Allah Ta'ala mana kala hidup kita banyak diterpa ujian. Boleh jadi ujian hidup tersebut adalah bentuk kasih sayang Allah Ta'ala kepada kita hingga kita "berjalan di muka bumi tanpa dosa sedikit pun" sebagaimana diterangkan dalam hadits di atas.
Namun, perlu juga disadari bahwa fisik yang kuat tak sekadar diperoleh dari olah raga. Ia harus ditopang oleh asupan makanan yang baik dan lingkungan yang sehat.
Iman pun begitu. Ia juga juga perlu "asupan gizi" berupa ilmu dan lingkungan sehat yang dipenuhi oleh orang-orang yang bersedia saling menasehati dalam ketaatan dan kesabaran. Lingkungan tersebut akan menjaga kita dari perbuatan maksiat sekaligus melatih kita untuk istiqomah dalam ketaatan.
Wallahu a'lam. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat