Senin, 17 Agustus 2020

Mulailah dari yang Terdekat

Setelah kita memahami dan berkomitmen untuk meniti jalan yang lurus, yakni jalan yang ditempuh Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam (SAW), maka siapa orang pertama yang harus kita ajak? Tentu saja orang-orang yang paling dekat dengan kita. 

Rasulullah SAW, setelah mendapatkan wahyu pertama dari Allah Ta'ala, bergegas menemui istrinya, Khadijah. Ketika itu, Rasulullah SAW berada dalam ketakutan yang luar biasa. Wajarlah bila dalam kondisi seperti itu, beliau mendatangi orang yang paling dekat dengan beliau.

"Selimutilah aku!" kata Rasulullah SAW dengan gemetar. Maka Khadijah menyelimuti beliau hingga ketakutannya reda. Lalu, Muhammad SAW menceritakan kejadian yang baru menimpanya kepada Khadijah.

Khadijah adalah wanita pilihan. Ia adalah wanita yang telah dipilih oleh Allah Ta'ala untuk mendampingi Sang Utusan-Nya. Setelah mendapat cerita dari Muhammad SAW, Khadijah justru menenangkan suaminya dan berusaha meyakinkan bahwa semua baik-baik saja.

Khadijah berkata kepada Muhammad SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Aisyah RA, "Janganlah engkau cemas. Demi Allah, sesungguhnya Dia tidak akan pernah mengecewakanmu. Bukankah engkau orang yang selalu menyambung tali silaturahim, berkata jujur, menolong orang yang membutuhkan pertolongan dan membantu mereka yang terkena musibah?"

Di dalam sirah Nabawiyah kita tahu bahwa Khadijah selanjutnya menjadi penyokong utama dakwah Rasulullah SAW. Beliau senantiasa menghibur Rasulullah SAW saat menghadapi berbagai macam rintangan. Dari semua pengorbanan ini, Allah Ta'ala memberikan khabar baik untuk Khadijah lewat Rasulullah SAW. "Aku diperintahkan oleh Allah untuk memberikan berita gembira kepada Khadijah tentang rumah yang terbuat dari mutiara yang tidak akan ditemukan di dalamnya kegaduhan dan rasa lelah," kata Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

Setelah mengajak Khadijah memeluk Islam, Rasulullah SAW mengajak sepupunya Ali bin Abi Thalib. Ketika itu, Ali baru berusia 10 tahun dan masih berada dalam pengasuhan Rasulullah SAW. Tentu hubungan mereka sangat dekat.

Selanjutnya, Rasulullah SAW mengajak budak miliknya bernama Zaid bin Haritsah. Meskipun budak, Zaid memiliki hubungan spesial dengan Rasulullah SAW. Sampai-sampai, ketika ayah Zaid, Haritsah, datang menemui Rasulullah SAW untuk mengambil kembali anaknya, Rasulullah SAW mempersilahkan Zaid untuk memilih apakah hendak pulang bersama ayah kandungnya atau tetap tinggal bersama Rasulullah SAW. Zaid ternyata memilih tetap tinggal. 
 
Orang keempat yang diajak masuk Islam oleh Rasulullah SAW adalah sahabat dekatnya, Abu Bakar as-Shiddiq. Dialah laki-laki dewasa yang pertama kali membenarkan kerasulan Muhammad SAW. Rasulullah SAW sendiri berkata tentang sahabatnya ini, "Aku belum pernah mengajak seseorang untuk memeluk Islam, melainkan ia akan menolak, ragu-ragu, dan menundanya, kecuali Abu Bakar," (riwayat Tirmidzi dan dinilai shahih oleh Syekh Albani). 

Demikianlah Rasulullah SAW mencontohkan bagaimana beliau mengajak orang-orang di dekatnya untuk mengikuti jalan yang lurus. Qadarallah, orang-orang tersebut mudah untuk diajak. Namun, tak semua orang dekat Rasulullah SAW menerima ajakan beliau. Paman beliau sendiri, Abu Thalib, misalnya, hingga akhir hayatnya tak terucap syahadat dari mulut beliau. Padahal telah berulang kali Rasulullah SAW mengajak beliau. Bahkan di saat beliau sedang menghadapi kematian.

Kisah yang sama juga dialami Ibrahim AS. Beliau disebut oleh Allah Ta'ala sebagai teladan penyeru kepada jalan yang lurus. Namun, Ibrahim AS tak mampu mengajak ayahnya sendiri untuk mengikuti jalan yang lurus. Kisah tentang ini difirmankan dengan sangat indah oleh Allah Ta'ala dalam al-Quran pada surat Maryam [19] ayat 42 sampai 48. 

Wahai ayahku! kata Ibrahim AS, “Mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolongmu sedikit pun?

"Wahai ayahku! Sungguh, telah sampai kepadaku sebagian ilmu yang tidak diberikan kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.

"Wahai ayahku! Janganlah engkau menyembah setan. Sungguh, setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pengasih." 

"Wahai ayahku! Aku sungguh khawatir engkau akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pengasih, sehingga engkau menjadi teman bagi setan." 

Sang ayah menjawab ajakan putranya ini dengan amarah. "Bencikah engkau kepada tuhan-tuhanku wahai Ibrahim? Jika engkau tidak berhenti, pasti engkau akan kurajam. Maka tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama."

Ibrahim menjawab, "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu (wahai ayahku). Aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya dia amat baik padaku. Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang engkau sembah selain Allah ...”

Mengajak orang terdekat agar mau mengikuti kita meniti jalan yang lurus adalah bentuk kasih sayang kita kepada mereka. Tak sukakah kita melihat orang-orang yang kita sayangi terselamatkan dari kesesatan? Tak sukakah kita bersama-sama mereka kelak di kampung halaman kita di surga?

Namun, yang menguasai hati manusia hanyalah Allah Ta'ala. Seberapa kuat kita mengajak mereka, pada akhirnya Allah-lah yang membuat keputusan atas mereka. Wallahu a'lam. ***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat