Senin, 10 Agustus 2020

Bobot Jawaban Tergantung Kualitas Pertanyaan

Kualitas jawaban seorang narasumber bukanlah hal paling berpengaruh atas kualitas karya jurnalistik. Kualitas karya jurnalistik justru lebih banyak dipengaruhi oleh kualitas pertanyaan sang jurnalis, bukan jawaban sang narasumber. Ini sering disalahpahami oleh wartawan pemula.


Sering kali seorang wartawan mengeluh kepada redakturnya. "Omongan narasumber gak berbobot," katanya memberi dalih mengapa kualitas karyanya tidak bagus. Padahal, boleh jadi omongan yang tak berbobot itu muncul karena pertanyaan yang juga tak berkualitas. 

Contoh sederhana, belum lama ini, saya diwawancarai seorang reporter. Awalnya, ia meminta tanggapan saya tekait penghapusan khilafah dari pelajaran sekolah, termasuk buku sejarah. Lalu saya katakan kepadanya, "Jika materi yang dihapus tersebut adalah semua hal tentang khilafah Islam, maka jelas hal tersebut berlebih-lebihan. Sebab, bagaimana pun, khilafah ada dalam sejarah Islam, bahkan sudah ada sejak Rasulullah wafat."

Lalu, ia mengajukan pertanyaan kedua. Apa yang menyebabkan Menteri Agama melakukan hal tersebut?  Saya jawab, "Rasanya pertanyaan ini lebih pas ditanyakan ke Menteri Agama, karena beliau yang tentu lebih tahu apa alasannya."  Jawaban kedua ini jelas tak berbobot sama sekali. 

Memang, adakalanya narasumber menyembunyikan informasi penting yang diinginkan sang reporter atas alasan tertentu. Ini tantangan tersendiri bagi sang jurnalis untuk mengorek informasi dari narasumber seperti ini. Apalagi sang narasumber memiliki hak untuk tidak menjawab apa pun atas pertanyaan sang reporter.

Wartawan yang handal biasanya punya trik yang ia peroleh dari pengalaman bertahun-tahun di lapangan untuk menaklukkan narasumber seperti ini. Salah satu trik yang kerap diungkapkan wartawan senior kepada yuniornya adalah "Tanyakan yang biasa-biasa dulu, yang gawat belakangan!"

Yang jelas, jika seorang jurnalis tak pandai membuat pertanyaan berbobot untuk narasumbernya, maka ia akan banyak kehilangan waktu. Sebab, menembus narasumber seringkali bukan perkara gampang. Ada sejumlah halangan yang perlu ditaklukkan terlebih dahulu, termasuk halangan birokrasi yang berbelit-belit.

Alangkah sayangnya jika kesempatan bisa mewawancarai narasumber --setelah melewati proses yang sulit tadi-- hanya dipakai untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tak berbobot. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat