Pada suatu ketika, Nabi Ibrahim Alaihissalam (AS) meminta kepada Allah Ta’ala sesuatu yang tidak masuk akal.
"Ya Tuhanku," katanya, "Perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang yang telah mati?" (Al-Baqarah [2] ayat 260).
Permintaan Ibrahim AS ini terkesan seolah ia belum yakin bahwa Allah Maha Kuasa. Padahal tidak!
Dalam lanjutan ayat tersebut diceritakan bahwa Allah Ta’ala bertanya kepada Ibrahim AS setelah Ibrahim AS mengajukan permintaan tadi.
Belum percayakah engkau (wahai Ibrahim)?
Aku percaya," kata Ibrahim AS. "Tetapi (aku meminta) agar hatiku tenang (mantap)."
Dari cara Ibrahim AS meminta, sebenarnya terlihat jelas bahwa ia telah mengimani Allah Ta'ala. Ibrahim AS tidak bertanya, "Apakah Engkau bisa menghidupkan orang yang telah mati?" Atau, "Buktikan kepadaku apakah Engkau sanggup menghidupkan orang yang mati?" Pertanyaan-pertanyaan seperti ini jelas dilontarkan oleh orang-orang yang ragu.
Tapi pertanyaan Ibrahim AS berbeda. Ia sekadar ingin melihat bagaimana Allah Ta'ala menghidupkan kembali orang yang telah mati. Jika ia telah melihat dengan mata kepala sendiri, maka terobatilah rasa penasarannya. Ia menjadi ainul yaqin, yakni fase keyakinan yang lebih dari sekadar karena ilmu.
Apalagi sebelumnya, Ibrahim AS telah berdialog dengan Raja Namrud. Dalam dialog itu Ibrahim berkata, "Tuhanku adalah Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan." Lalu, Namrud menimpali dengan sombongnya, "Aku pun bisa menghidupkan dan mematikan."
Dalam lanjutan surat Al-Baqarah [2] ayat 260 diceritakan bahwa Allah Taala mengabulkan permintaan Ibrahim AS. Dijelaskan dalam tafsir Ibnu Katsir tentang ayat ini bahwa Allah Ta'ala meminta Ibrahim untuk mengambil empat ekor burung dan mencincangnya. Setelah itu, Allah Ta'ala memerintahkan Ibrahim AS meletakkan masing-masing bangkai burung itu ke bukit-bukit yang berbeda. Kemudian Allah Ta'ala meminta Ibrahim AS memanggil kembali burung-burung itu.
Sungguh ajaib, bulu-bulu burung-burung itu berterbangan ke arah bulu-bulunya, darah berterbangan ke arah darahnya, dan daging berterbangan ke arah dagingnya. Masing-masing bagian dari masing-masing burung bersatu dengan bagian lainnya, hingga masing-masing burung bangkit seperti semula, lalu datang kepada Ibrahim dengan berlari.
Demikianlah bila Allah Ta'ala telah berkehendak, tak ada yang bisa mencegahnya. Peristiwa menakjubkan ini menambah kuat keyakinan Ibrahim AS kepada Tuhannya. Semakin bertambah tenang hatinya, dan kian mantap jiwanya.
Memang, keyakinan itu adakalanya perlu ditambahkuatkan dengan fakta-fakta yang terpapar di depan mata. Para Nabi dan Rasul tentu saja berbeda dengan kita. Mereka mendapat keutamaan dari Allah Ta'ala berupa mukjizat.
Namun bukan berarti kita tak bisa melihat ke-Maha Besar-an Allah Ta'ala. Banyak sekali fenomena alam yang terkuak satu per satu sebagai bukti kebenaran al-Quran. Semua itu bisa kita lihat jika kita mau belajar dan berfikir, tidak dengan keangkuhan dan kesombongan, melainkan dengan kerendahan hati dan rasa berserah diri sebagai mana Ibrahim AS kepada Rabbnya.
Namun, pada akhirnya, adalah hak Allah Ta'ala untuk memberikan hidayah dan taufik-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat