Senin, 11 Mei 2020

Hari Nakhbah dan Kehendak Allah

Hari Kehancuran, atau Yawm an-Nakhbah, hari di mana bangsa Palestina diusir dari tanah airnya sendiri oleh Zionis Yahudi. Hari itu, 15 Mei 1948, atau 72 tahun yang lalu, lebih dari 700 ribu warga Palestina terpaksa meninggalkan rumah-rumah mereka, pergi ke daerah-daerah perbatasan dan negara-negara tetangga.

Sebulan sebelumnya, tak kurang dari 600 penduduk Palestina yang tinggal di Kota Deir Yassin telah diarak di jalan-jalan kota itu, lalu dibantai secara kejam oleh Zionis Yahudi. Setelah itu, pembantaian demi pembantaian terus berlangsung, merambat dari satu kota ke kota yang lain di Palestina.

Lalu, sehari sebelum Hari Kehancuran, tepatnya 14 Mei 1948, zionis Israel memproklamirkan kemerdekaan di atas tanah Palestina yang mereka rebut. Ini bertepatan dengan undur dirinya Inggris sebagai pemegang Mandat Britania atas tanah Palestina.

Maka, pada Hari Kehancuran itu, berduyun-duyun warga Palestina terpaksa meninggalkan tanah airnya,  meninggalkan rumah-rumahnya, meninggalkan tanah yang mereka garap. Hingga kini, kampung halaman mereka tak kunjung terbebaskan. Data dari otoritas Palestina menyebutkan sekitar 80 persen rakyat Palestina terpaksa hidup di luar Palestina. Palestina adalah satu-satunya negara peserta konferensi Asia Afrika tahun 1955 yang sampai saat ini belum merdeka .

Kisah-kisah pilu seperti ini adalah kehendak Allah Taala. Bagi orang-orang yang beriman, kisah-kisah seperti ini tak menjadikannya ragu tentang kekuasaan Allah Taala. Sebab, bagi manusia, tentu amat sulit mengubah keadaan tersebut. Namun, bagi Allah Taala, sangat mudah. Bila Dia berkehendak, maka jadilah kehendak itu.

Di dalam al-Quran, di akhir ayat 253 surat Al-Baqarah [2], Allah Taala berfirman, "... Kalau Allah menghendaki, niscaya orang-orang setelah mereka (para Nabi dan Rasul) tidak akan berbunuh-bunuhan, setelah bukti-bukti sampai kepada mereka. Tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) yang kafir. Kalau Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Tetapi Allah berbuat menurut kehendak-Nya."

Allah Ta'ala tidak akan pernah membutuhkan manusia untuk mengubah kehendak-Nya. Namun, kitalah yang membutuhkan kehendak-kehendak-Nya untuk memantapkan posisi kita antara yang haq dan yang bathil, antara berjuang di jalan Allah Ta'ala atau berjuang di jalan thaghut.

Kisah semut dan cicak saat Nabi Ibrahim dibakar oleh Raja Namruj telah menjadi pelajaran berharga buat kita bahwa apa yang kita lakukan, meskipun amat kecil pengaruhnya, akan diganjar kebaikan oleh Allah Ta'ala, asalkan posisi kita jelas, tidak abu-abu. Semut telah berusaha memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim dengan segala keterbatasannya, sedang cicak justru meniup-niup api supaya membesar.

Mei tahun ini, telah 72 tahun Palestina dijajah. Jangan tanyakan kapan ini akan berakhir, karena Allah Ta'ala yang akan menurunkan kehendak-Nya. Tapi tanyakanlah di mana kita saat Bangsa Palestina berjuang mati-matian mengusir penjajah Israel dari tanah mereka. Mari segera ambil bagian, meskipun kemampuan kita tak seberapa! ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat