Di Dinasti Bani Saljuk pernah terjadi perebutan kekuasaan antar keluarga. Ketika Sultan Alp Arselan akan wafat pada 465 H, ia berwasiat agar putra bungsunya, Sultan Malik Syah, diangkat menjadi sultan di dinasti ini, menggantikan dirinya.
Namun, tak lama setelah
Sultan Malik berkuasa, pamannya, Qarut, memberontak. Sang paman, yang menjadi
raja di Kerajaan Kirman, menuntut agar Malik Syah menyerahkan singgasana kepada
dirinya.
"Sesungguhnya aku lebih
berhak menempati singgasana kerajaan daripada kamu, karena aku saudara paling
tua sultan yang telah meninggal. Sedang kamu adalah anak sultan yang pling
kecil." Demikian isi surat Qarut kepada Sultan Malik Syah, sebagaimana
dinukil dalam buku berjudul Bangkit dan Runtuhnya Daulah Bani Saljuk karya Prof
Dr Ali Muhammad Ash Shallabi.
Tentu saja Sultan tak
mengindahkan permintaan ini. Namun, Qarut ternyata tak sekadar berkirim surat.
Ia juga menyuntikkan pengaruh kepada pasukan kesultanan agar mau mendukung
rencananya mengambil alih tahta dari keponakannya. Qarut berjanji akan
menaikkan gaji pasukan jika rencananya berhasil.
Pasukan kesultanan sempat
termakan bujuk rayu Qarut. Mereka menggelar unjuk rasa, menuntut agar Qarut
menggantikan kedudukan Sultan Malik Syah. Alasannya, ya itu tadi. Qarut lebih
berhak dari pada Malik Syah.
Inilah sepenggal kisah
tentang kekuasaan yang diperebutkan. Kisah ini berakhir dengan ditangkap dan
dibunuhnya Qarut karena pengaruhnya dinilai bakal mengganggu jalannya
pemerintahan.
Cerita perebutan kekuasaan
seperti ini terus terdengar dari masa ke masa. Bahkan di zaman sekarang ini,
cerita perebutan kekuasaan lebih pelik dan lebih kejam. Korban bukan sekadar
satu orang, tapi ratusan orang. Bukan sekadar raga yang diserang, juga nama
baik dan kehormatan. Semua demi kekuasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat