Senin, 11 September 2017

Jangan Malas Bertanya

Katakanlah, “Apakah sama antara orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?” Sebenarnya, hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran. (Az Zumar [39]: 9) 

o0o

Anda pernah mengalami ini: Dua jam bicara di depan kelas, namun saat sesi tanya jawab, tak ada satu pun yang bertanya?

Anda lalu balik bertanya pada audiens, “Apakah semua mengerti apa yang saya jelaskan tadi?” Lagi-lagi audiens diam dan Anda semakin penasaran.

Jika Anda pernah mengalami hal ini maka besar kemungkinan audiens Anda terjangkiti sebuah penyakit. Yakni, malas bertanya.

Ada banyak penyebab mengapa seseorang menjadi malas bertanya. Misalnya, ia tak paham sama sekali apa yang Anda terangkan sehingga tak paham pula apa yang harus ditanyakan. Bisa juga karena audiens Anda memang tak mampu menyusun kata-kata sehingga malu mengungkapkan pertanyaaan.

Atau, audiens tak suka dengan pemateri dan tak suka pula dengan materi yang disampaikan. Audiens menutup diri dari kebenaran yang Anda sampaikan, bahkan mungkin --karena rasa sombongnya-- ia merasa lebih tahu dari Anda.

Apa pun alasannya, malas bertanya itu berbahaya. Orang bijak berkata, “Malas bertanya, sesat di jalan.”  Seorang wartawan senior juga berkata, “Saya suka menjadi wartawan karena profesi ini mengajarkan saya untuk banyak bertanya dan banyak mendengar.”

Orang yang rajin bertanya tentu akan banyak mengetahui. Orang yang banyak mengetahui tentu saja berilmu. Orang yang berilmu, biasanya tak akan tersesat. Dan, dengan ilmu tersebut, boleh jadi hidayah Allah SWT akan datang menghampirinya.
Seorang pemimpin harus rajin bertanya. Begitu juga seorang wakil rakyat. Jika pemimpin atau wakil rakyat malas bertanya maka suatu saat ia akan terjebak dalam kesalahan yang fatal.

Lebih celaka lagi jika sang pemimpin atau wakil rakyat tadi berseloroh di depan orang banyak tetang sebuah kesalahan. Ketika diberitahu bahwa ungkapannya salah, ia justru ngotot dan tak mau meralatnya.

Jika sudah begini maka celaka dua belas!  Omongannya berpotensi menimbulkan fitnah. Akibat omongannya, persatuan akan retak, kecurigaan akan muncul, dan permusuhan akan tersulut. Ia tak sekadar mencelakai dirinya, tapi juga mencelakai orang lain.

Itulah yang terjadi pada Victor Bungtilu Laiskodat, anggota Dewan dari Partai Nasdem, ketika berbicara di depan konstituennya di Kupang, Nusa Tenggara Timur, belum lama ini.

Ia berseloroh, “Mengerti negara khilafah? Semua wajib sholat. Mengerti? Negara khilafah tak boleh ada perbedaan, semua harus sholat. Saya tidak (mem)provokasi.”

Pernyataan ini tentu keliru. Andai ia bertanya terlebih dahulu kepada para ulama bagaimana Islam memperlakukan pemeluk agama di luar Islam, pastilah ia tahu bahwa ia keliru.

Jika ungkapan ini terlontar karena sikap sombongnya dan rasa tak sukanya kepada Islam, maka orang seperti ini patut kita kasihani. Sebab, hidayah tak akan menghampirinya.

Saking mustahilnya hidayah itu turun, Allah SWT sampai mengatakan dalam al-Qur’an surat Al-A’raf [7] ayat 40 bahwa orang-orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya, lalu bersikap sombong, tak akan masuk surga sebelum unta masuk ke dalam lubang jarum.

Na’udzubillahi mindzalik

(Dipublikasikan oleh Majalah Suara Hidayatullah edisi September 2017) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat