Rabu, 02 November 2016

Pak Presiden, Dengarkanlah Kata Ulama!

Pak Presiden, pernahkah sampai kepadamu kisah tentang Khalifah Harun al-Rasyid? Ia adalah raja diraja yang bertahta di masa Bani Abasyah. Wilayah kekuasaannya amat luas. Jauh lebih luas dibanding Bumi Pertiwi ini.

Ia juga penguasa yang kuat, yang mampu membawa kekhalifahan Islam berada pada masa keemasan. Ia mampu membangun Baghdad sebagai salah satu pusat ilmi pengetahuan dunia pada saat itu.

Tapi tahukah Pak Presiden, pemimpin perkasa seperti beliau amat menghormati ulama? Dalam sebuah kisah yang masyhur diceritakan bahwa beliau mendatangi Imam Malik dan duduk dengan takzim di hadapannya untuk mendengarkan pembacaan kitab al-Muwattha', kitab yang ditulis oleh Imam Malik.

Tak sekadar itu, Pak Presiden, sang khalifah sempat ditegur oleh Imam Malik karena kedapatan bersandar saat sang imam membacakan kitabnya. Menurut Imam Malik, bersandar dalam majelis ilmu bukanlah adab yang baik. Sang khalifah pun patuh kepadanya.

Di akhir pekan ini Pak Presiden, ada ulama yang akan menemui bapak. Bukan satu orang, melainkan puluhan bahkan ratusan orang. Mereka dikenal sebagai ulama yang baik dan santun. Dan kedatangan mereka dikawal oleh ratusan ribu kaum Muslim.

Bapak tak perlu lagi mendatangi mereka untuk bertanya apa yang pantas dilakukan kepada seorang penista al-Qur'an? Bapak tak perlu duduk takzim sebagaimana Khalifah Harun al-Rasyid duduk bersimpuh di hadapan Imam Malik.

Bapak cukup menunggu di dalam istana dan mendengarkan apa nasehat  mereka, lalu lakukan nasehat itu! Jangan Bapak pergi ke luar kota, apalagi ke luar negeri pada hari itu! Sebab itu akan membuat para ulama terpaksa menunggu, sehari, dua hari, bahkan mungkin sepekan.

Pak Presiden, contohlah Harun al-Rasyid, raja perkasa yang begitu memuliakan ulama. Sebab, kata Rasulullah SAW dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, ulama adalah pewaris Nabi. Barang siapa menyakiti ulama, berarti dia telah menyakiti Rasulullah SAW.

Jadi Pak Presiden, jangan bapak melindungi sang penista al-Qur'an itu dengan cara menyakiti Rasulullah SAW. Perlakukanlah sang penista al-Qur'an itu sebagaimana perlakuan yang semestinya telah berlaku di negara ini. Bapak punya kuasa melakukannya! ***