Senin, 18 Juli 2016

Saatnya Berhenti Merokok

“Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.”  (Riwayat Tirmidzi)

o0o

Sewajarnya, Ramadhan yang baru saja kita lewati, mampu membuat kita lebih baik. Mungkin bacaan Qur'an kita lebih bagus, pemahaman kita kepada Islam lebih baik, atau kesabaran kita lebih teruji.

Atau, … buat Anda para perokok, Ramadhan bisa menjadi momen paling baik untuk menghentikan kebiasaan yang sia-sia tersebut.

Terhadap hal yang yang satu ini, seharusnya mudah saja kita lakukan. Mengapa? Sebab, selama sebulan ---setidaknya mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari--- kita mampu menghentikan kebiasaan itu. Bukankah seharusnya di luar bulan Ramadhan kita juga bisa melakukannya?

Tapi mungkin Anda --para perokok-- akan bertanya, "Mengapa harus dihentikan?”

Jawabnya, pertama, merokok itu haram! Banyak ulama telah menfatwakan hal ini.

Jika Anda masih ingin menyodorkan agrumentasi bahwa ada pula sebagian ulama yang menghalalkannya, maka  alasan kedua ini bisa juga Anda jadikan rujukan: bahwa merokok akan merusak kesehatan Anda dan orang-orang di sekitar Anda! Coba baca peringatan yang tertulis pada kemasan rokok Anda!

Sayangnya, fakta dari Ramadhan ke Ramadhan, jumlah perokok di negeri ini semakin besar.  Tahun 2013, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar, jumlah perokok di Indonesia mencapai  58.750.592 orang. Konon, jumlah ini lebih dari sepuluh kali lipat jumlah seluruh penduduk Singapura.

Setiap hari ada 616.881.205 batang rokok di Indonesia yang dibakar, atau 225.161.640.007 batang rokok setiap tahun. Jika harga 1 batang rokok Rp 1.000, maka uang yang “dibakar” dalam setahun lebih dari Rp 225 triliun. Sungguh sebuah kemubaziran!

Kini, di tahun 2016, menurut data Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemeterian Kesehatan, jumlah perokok di negeri ini sudah mencapai 90 juta jiwa.  Itu berarti, dalam waktu hanya 3 kali Ramadhan saja, peningkatan jumlah perokok di Indonesia mencapai 30 juta jiwa. Na’udzubillah.

Angka yang terakhir ini memposisikan negeri dengan jumlah Muslim terbesar ini pada peringkat pertama jumlah perokok di dunia, disusul Rusia di urutan kedua, dan Cina, Filipina, dan Vietnam di peringkat selanjutnya.

Data-data tersebut jelas membuat kita merasa miris. Mengapa mereka tak mampu mengubah dirinya selama Ramadhan? Bukankah tanda kebaikan bagi seorang Muslim, kata Rasulullah SAW, adalah meninggalkan hal yang sia-sia dan tak bermanfaat?

Jika aktivitas merokok tak bisa berhenti lewat “madrasah” Ramadhan, lantas bagaimana dengan aktivitas-aktivitas mubazir lainnya? Bagaimana pula dengan tindak kezaliman, kecurangan, korupsi, dan kriminalitas?

Padahal –sekali lagi-- menghentikan kebiasaan merokok, bagi kaum Muslim, bukan perkara mampu atau tidak mampu, tapi mau atau tidak mau. Bila kita mau, insya Allah kita bisa. Dan, tak akan terjadi apa-apa pada tubuh kita. Bahkan, tubuh bisa menjadi lebih sehat dan terhindar dari berbagai macam penyakit.

Wallahu a’lam.

(Dipublikasikan di Suara Hidayatullah, Juli 2016)