Senin, 04 April 2016

Boikot

Pilihlah bahaya yang lebih kecil jika itu bisa mencegah bahaya yang lebih besar (kaidah fiqih).

o0o

Februari 2009, Majalah Suara Hidayatullah pernah menurunkan kupasan panjang soal ajakan untuk memboikot produk-produk Israel. Bertepatan pada awal 2009 itu, Israel tengah melakukan invasi berdarah ke wilayah Gaza, Palestina. Invasi selama 3 pekan tersebut telah menewaskan lebih dari seribu nyawa warga Palestina, baik anak-anak, para wanita, maupun orang tua.

Artikel ajakan boikot tersebut tak tanggung-tanggung. Nama-nama produk yang harus diboikot juga dirilis secara blak-blakan. Logo sejumlah perusahaan ternama di Indonesia ditampangkan beserta nama perusahaannya. Mulai dari kosmetik, makanan siap saji, hingga media massa.

Tak cukup itu! Majalah yang bulan Mei mendatang genap berusia 28 tahun ini juga menerbitkan poster ajakan memboikot yang bisa diunduh secara gratis di situs www.hidayatullah.com. Poster berukuran besar tersebut ---lagi-lagi--- berisi logo-logo perusahaan yang harus diboikot beserta kalimat, “Setiap rupiah yang Anda keluarkan untuk membeli produk Israel sama dengan satu peluru yang akan merobek tubuh saudara Anda di Palestina.”

Ajakan boikot ini direspon beragam sikap oleh masyarakat Indonesia ketika itu. Banyak yang memberi apresiasi karena memang dunia sedang geram dengan tindakan Israel yang tak berperikemanusiaan selama invasi tersebut. Namun, tak sedikit pula yang menentang, bahkan mengajak untuk memejahijaukan majalah ini atas tuduhan pencemaran nama baik pada perusahaan.

Sayangnya, meski bukan hanya Majalah Suara Hidayatullah yang ketika itu menyerukan aksi boikot, namun aksi nyata di tengah masyarakat hampir tak terlihat.  Produk-produk yang diboikot tetap saja ramai dipajang di pusat-pusat pembelanjaan. Makanan siap saji yang ada di daftar boikot tetap saja digandrungi anak-anak muda.

Padahal, ketika itu, sejumlah ulama di negeri ini telah menyatakan dukungan atas gerakan boikot tersebut. Mereka mengatakan, aksi ini sesuai dengan kaidah fiqih, “Pilihlah bahaya yang lebih kecil jika hal tersebut bisa mencegah bahaya yang lebih besar.”

Kini, belum lama berselang, ajakan boikot kembali bergema. Kali ini bukan berasal dari media-media Islam yang kerap dianggap kurang berpengaruh oleh sebagian masyarakat. Ajakan boikot kali ini justru datang dari orang nomor satu di negeri ini. Ya, siapa lagi kalau bukan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.

Pernyataan boikot ini disampaikan Jokowi dalam pidato penutupan Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (KTT LB OKI) pada 7 Maret lalu. Bahkan, pernyataan boikot ini menjadi salah satu butir kesepakatan dalam KTT LB OKI tersebut.

Isinya, menyerukan kepada masyarakat internasional untuk mendukung boikot terhadap produk-produk yang dihasilkan dari dalam wilayah Israel atau dari wilayah pemukiman ilegal Israel.

Lantas, jika dulu masyarakat Indonesia tak terlihat antusias menyambut seruan tersebut, bagaimana dengan sekarang? Tentu kita berharap berbeda, kecuali bila seruan tersebut sekadar retorika politik saja.

Sekali lagi, kita berharap pemerintah kali ini serius!

Wallahu a’lam

(Dipublikasikan oleh Majalah Suara Hidayatullah edisi April 2016)