Ini adalah tulisan ketiga dari dua laporan sebelumnya berjudul UGAR, Pulau Muslim di Papua dan Di Sini Jalan Dakwah Masih Panjang. Pada dua laporan sebelumnya dikisahkan tentang Ugar, pulau kecil di Papua Barat yang semua penduduknya beragama Islam, serta lika liku penduduknya. Tulisan ketiga ini menyoroti pendapat tokoh tentang dinamika berislam di pulau ini. Selamat mengikuti ...
***
Fenomena ber-Islam di Papua saat ini, menurut Ahmad
Zain an-Najah, ketua Komisi Fatwa Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII),
harus kita pahami sebagaimana dulu Rasulullah SAW dan para sahabat
memahami penduduk Arab yang baru masuk Islam. "Mereka harus dibimbing
dengan sabar," kata Zain menjawab pertanyaan Suara Hidayatullah pada
awal Januari 2015.
Apa yang terjadi di Papua saat ini sama seperti
fenomena ber-Islam masyarakat Jawa zaman dahulu. Ketika itu mereka juga
tak bisa meninggalkan sepenuhnya ritual-ritual daerah yang berbau sirik.
Mereka belum sepenuhnya menjalankan syariat Islam.
Namun, karena kesabaran dai pada masa lalu,
sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW ketika menghadapi masyarakat
Jahiliah yang baru memeluk Islam, serta datangnya hidayah Allah SWT,
masyarakat Muslim di Pulau Jawa kini sudah berubah. Begitu juga
seharusnya cara berdakwah kita kepada masyarakat Papua.
Hal yang sama dikemukakan oleh Ketua Departemen Dakwah
Pimpinan Pusat Hidayatullah, Shohibul Anwar. Menurutnya, dai itu
seperti dokter. "Tugas dai itu mengobati penyakit seperti dokter, bukan
menjatuhkan vonis seperti hakim," katanya kepada Suara Hidayatullah
Selasa, 6 Januari 2015.
Seorang dai yang baik akan mendiagnosa problem umatnya
secara akurat, lalu memberi solusi dengan penuh kesabaran. "Dai yang
selalu mencari-cari kesalahan umat kemudian menjatuhkan vonis sesat,
kafir, dan bidah, tidak akan bisa membawa kemajuan bagi umatnya,"
katanya lagi.
Dakwah bukan sekedar menyampaikan yang haq (benar)
adalah haq dan yang batil adalah batil. Dakwah bukan pula sekadar
menyampaikan kebenaran walaupun pahit. Namun, dakwah harus juga
menyentuh hati manusia agar mereka mau menerima hidayah.
Sebenarnya, jelas Shohibul, karakter manusia di bumi
manapun sama. Jika mereka memahami fiqh dakwah Nabi SAW dan
menerapkannya secara tepat, pasti dakwah akan menyentuh hati manusia.
Lihatlah bagaimana Nabi SAW dengan penuh kesabaran menanamkan keimanan
di tengah tradisi jahiliyah bangsa Arab.
Ketika di Mekah, Rasulullah SAW melihat
kemungkaran-kemungkaran tingkat tinggi. Warung-warung khamer ada di
mana-mana, rumah-rumah perzinaan menjamur, 360 behala berdiri di sekitar
Ka'bah, wanita-wanita thawaf dengan telanjang. Namun, jelas Shohibul,
Rasulullah SAW tidak menghancurkan berhala-berhala tersebut pada saat
itu juga, melainkan mendakwahi mereka dengan bijaksana.
Begitu pula saat menaklukkan Makkah (Fathul Makkah),
Nabi SAW ketika itu bertekad segera mengambalikan Ka'bah seperti zaman
Nabi Ibrahim AS. Tetapi, tekad itu tak jadi direalisasikan saat itu juga
karena khawatir akan terjadi kemungkaran yang lebih besar.
Rasulullah SAW berkata, sebagaimana diriwayatkan oleh
Bukhari, "Seandainya mereka bukan kaum yang baru saja meninggalkan
jahiliyyah, niscaya aku robohkan Baitullah dan kubangun kembali
berdasarkan fondasi Nabi Ibrahim."
Mari kita rangkul saudara kita dai Timur…***
CATATAN
1. Untuk melihat video tentang Ugar, silahkan klik di Memotret Ugar, Memotret Muslim Papua)
1. Untuk melihat video tentang Ugar, silahkan klik di Memotret Ugar, Memotret Muslim Papua)
2. Artikel ini telah dimuat di Majalah Suara Hidayatullah edisi Februari 2015)