Jumat, 07 September 2012

Saatnya Berhenti Merokok!

Dan barangsiapa berbuat kejahatan dan menganiaya diri sendiri kemudian memohon ampunan kepada Allah maka dia akan mendapatkan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (An Nisa [4]: 110)

Sebuah perjamuan kecil berlangsung di sebuah dusun di selatan Cianjur, Jawa Barat, di penghunung Juni 2012.

Perjamuan memang hal lumrah bagi penduduk di dusun yang berhawa dingin dan dikelilingi kebun teh tersebut. Entah itu sunatan, nikahan, yasinan, pengajian, arisan, semua selalu disertai perjamuan kecil sebagai wujud rasa syukur kepada Yang Maha Pengasih.

Namun, perjamuan malam itu terasa ada bedanya. Biasanya, di setiap perjamuan, selalu disajikan rokok sebagai salah satu "santapan" tetamu. Semua tamu; tua, muda, laki-laki, perempuan, tak risih menghisap batang berisi tembakau tersebut seraya asyik mengobrol tentang hal-hal yang ringan. Asap mengepul, menyesakkan, tapi mereka kerap tak mau peduli.

Namun, di perjamuan kecil di penghujung Juni itu terasa tak biasa. Batang beracun yang biasa tersaji malam itu tak ada. Sebagai ganti, tuan rumah membagi-bagikan permen. Mulai orang tua, sampai anak-anak balita, semua dapat.

Para tamu tentu protes atas ketidaklaziman ini. Buat mereka, rokok bukan benda haram. Bahkan, ketiadaannya justru menjadi pertanyaan besar, dan keberadaannya malah menjadi kelaziman.

Logika syariat telah terbalik di dusun ini. Sesuatu yang justru diharamkan oleh sebagian besar ulama (paling tidak dimakruhkan), justru menjadi "wajib" bagi mereka. Sesuatu yang nyata-nyata merusak kesehatan justru digandrungi dan dicari-cari oleh mereka.

Dusun itu bukan satu-satunya dusun di negeri ini yang melazimkan rokok. Negara ini, bahkan, adalah "miniatur" dari dusun tersebut. Bayangkan, menurut data Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, dua dari tiga lelaki di Indonesia adalah perokok.

Jumlah ini meningkat dari tahun ke tahun. Sepuluh tahun sebelumnya, jumlah perokok di Indonesia baru 50 persen. Artinya, ketika itu, jika ada dua laki-laki, maka satunya adalah perokok.

Bila kita mencoba menyelami hati kecil para perokok ini, sesungguhnya mereka tahu bahwa merokok itu tidak baik bagi kesehatan. Rasanya mustahil bila mereka manafikkan hal ini. Sudah teramat banyak penelitian yang menyodorkan fakta tentang ini.

Namun, hawa nafsu mereka selalu mencari-cari pembenaran agar mereka merasa nyaman atas tindakan mereka yang menzalimi diri sendiri. Ada –ada saja alasan yang mereka kemukakan. Ada yang bilang tak kuat jika tak merokok, pikiran menjadi buntu, bibir kering, mulut asam, kepala pusing, tidak bisa konsentrasi, bahkan ada juga yang mencari-cari ayat al-Qur`an demi pembenaran aksi mereka.

Padahal, selama Ramadhan, semua alasan itu terbantahkan. Faktanya mereka bisa menahan hawa nafsunya sejak terbit hingga terbenam matahari. Mereka bisa pula beraktivitas, berfikir, dan mencari ide. Selama Ramadhan, mereka bisa mengalahkan nafsu.

Tapi mengapa, ketika Ramadhan usai, akal kembali kalah oleh nafsu? Bahkan, ketika Ramadhan belum usai pun, juga banyak yang kalah melawan hawa nafsu. Belumlah lewat satu menit azan magrib berkumandang, mereka telah kembali menghisap rokok. Padahal, 12 jam sebelumnya, mereka bisa berhenti merokok.

Nah, mari kita manfaatkan momen Ramadhan yang belum lama lewat ini sebagai waktu yang tepat untuk berhenti merokok. Jangan zalimi diri sendiri dengan asap-asap beracun tersebut.

Wallahu a'lam.


(Dimuat di Majalah Suara Hidayatullah edisi September 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat