Selasa, 14 Juni 2011

Pembusukan

Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, seandainya mereka sanggup." (Al-Baqarah [2] : 217)

Belakangan ini kita kerap mendengar kejadian ganjil. Orang tua merasa khawatir manakala putri kesayangannya ikut mengaji. Padahal sebelumnya ia tak pernah khawatir mendengar sang buah hati pamit menonton konser Justin Bieber di Sentul beberapa waktu lalu.
Ini ganjil. Sebab, Islam sejatinya rahmat, bukan bencana, apalagi momok yang menakutkan. Sangat tak mungkin! Bila masyarakat takut, pasti ada proses pembusukan, baik direncanakan maupun tidak, yang membuat mereka takut.
Kasus NII KW 9 yang belakangan merebak, misalnya, menimbulkan ketakutan masyarakat terharap negara Islam yang merembet kepada syariat, dan akidah. Padahal tak ada yang salah dengan negara Islam. Ia hanyalah sebuah pilihan, sama halnya dengan Negara Pancasila yang juga sebuah pilihan.
Impian membangun Negara Islam bahkan telah ada sejak negara ini diproklamasikan. Pada periode 1955 hingga 1959, misalnya, Partai Masyumi, Partai NU, dan dua partai lain, berjuang mati-matian mengusulkan agar negara ini menjadi Negara Islam lewat Konstituante. Sayangnya tidak berhasil setelah Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit pada 5 Juli 1959.
Bahkan, jauh sebelum itu, di Nusantara pernah berdiri pemerintahan Islam. Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon, dan Kesultanan Banten, contohnya. Kita tak pernah mendengar ada yang salah dengan kesultanan-kesultanan itu. Malah, sejarah mencatat mereka mencapai puncak kejayaannya.
Kita tahu, Allah Subhanahu wa Ta'ala menyeru kaum Muslim untuk menjalankan syariat secara keseluruhan (kaffah), bukan setengah-setengah. Seruan itu hanya akan terwujud bila ada kekuasaan (sulthan atau power).
Kekuasaan seperti apa dan bagaimana wujudnya? Idealnya tentu saja kekhalifahan sebagaimana dulu dicontohkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di Madinah atau pada masa Khulafaur rasyidin.
Namun, manakala kondisi ideal belum terwujud, bentuk kekuasaan apa pun, termasuk negara Islam, tak menjadi masalah, asalkan syariat dan akidah bisa tegak secara sempurna. Tak perlu diperdebatkan apakah pemerintahan pada masa Rasulullah di Madinah berbentuk negara atau bukan. Tak perlu diperselisihkan apakah Islam mengenal istilah negara atau tidak. Yang perlu dijawab justru bagaimana kita mewujudkan semua itu?
Tentu kita tidak sepakat lewat aksi terorisme. Kita juga tidak sepakat dengan cara-cara yang dilakukan NII KW9 yang memanfaatkan Islam untuk kepentingan mereka.
Kita tentu sepakat bahwa saat ini umat Islam perlu dipersiapkan untuk menerima secara utuh konsep Islam yang rahmatan lil alamin agar kelak mereka siap bila suatu saat syariat Islam mengatur hidup mereka, baik secara individu, kelompok, maupun negara. Itulah yang dilakukan oleh hampir semua lembaga Islam di negeri ini.
Wallahu a’lam.

Dipublikasikan di Majalah Suara Hidayatullah edisi Juni 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat