Kamis, 05 Februari 2015

'Dai Itu Seperti Dokter, Bukan Seperti Hakim'

Ini adalah tulisan ketiga dari dua laporan sebelumnya berjudul UGAR, Pulau Muslim di Papua dan Di Sini Jalan Dakwah Masih Panjang. Pada dua laporan sebelumnya dikisahkan tentang Ugar, pulau kecil di Papua Barat yang semua penduduknya beragama Islam, serta lika liku penduduknya. Tulisan ketiga ini menyoroti pendapat tokoh tentang dinamika berislam di pulau ini. Selamat mengikuti ...
***

Fenomena ber-Islam di Papua saat ini, menurut Ahmad Zain an-Najah, ketua Komisi Fatwa Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII), harus kita pahami sebagaimana dulu Rasulullah SAW dan para sahabat memahami penduduk Arab yang baru masuk Islam. "Mereka harus dibimbing dengan sabar," kata Zain menjawab pertanyaan Suara Hidayatullah pada awal Januari 2015.

Apa yang terjadi di Papua saat ini sama seperti fenomena ber-Islam masyarakat Jawa zaman dahulu. Ketika itu mereka juga tak bisa meninggalkan sepenuhnya ritual-ritual daerah yang berbau sirik. Mereka belum sepenuhnya menjalankan syariat Islam.

Namun, karena kesabaran dai pada masa lalu, sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW ketika menghadapi masyarakat Jahiliah yang baru memeluk Islam, serta datangnya hidayah Allah SWT, masyarakat Muslim di Pulau Jawa kini sudah berubah. Begitu juga seharusnya cara berdakwah kita kepada masyarakat Papua.

Hal yang sama dikemukakan oleh Ketua Departemen Dakwah Pimpinan Pusat Hidayatullah, Shohibul Anwar. Menurutnya, dai itu seperti dokter. "Tugas dai itu mengobati penyakit seperti dokter, bukan menjatuhkan vonis seperti hakim," katanya kepada Suara Hidayatullah Selasa, 6 Januari 2015.

Seorang dai yang baik akan mendiagnosa problem umatnya secara akurat, lalu memberi solusi dengan penuh kesabaran. "Dai yang selalu mencari-cari kesalahan umat kemudian menjatuhkan vonis sesat, kafir, dan bidah, tidak akan bisa membawa kemajuan bagi umatnya," katanya lagi.

Dakwah bukan sekedar menyampaikan yang haq (benar) adalah haq dan yang batil adalah batil. Dakwah bukan pula sekadar menyampaikan kebenaran walaupun pahit. Namun, dakwah harus juga menyentuh hati manusia agar mereka mau menerima hidayah.

Sebenarnya, jelas Shohibul, karakter manusia di bumi manapun sama. Jika mereka memahami fiqh dakwah Nabi SAW dan menerapkannya secara tepat, pasti dakwah akan menyentuh hati manusia. Lihatlah bagaimana Nabi SAW dengan penuh kesabaran menanamkan keimanan di tengah tradisi jahiliyah bangsa Arab.

Ketika di Mekah, Rasulullah SAW melihat kemungkaran-kemungkaran tingkat tinggi. Warung-warung khamer ada di mana-mana, rumah-rumah perzinaan menjamur, 360 behala berdiri di sekitar Ka'bah, wanita-wanita thawaf dengan telanjang. Namun, jelas Shohibul, Rasulullah SAW tidak menghancurkan berhala-berhala tersebut pada saat itu juga, melainkan mendakwahi mereka dengan bijaksana.

Begitu pula saat menaklukkan Makkah (Fathul Makkah), Nabi SAW ketika itu bertekad segera mengambalikan Ka'bah seperti zaman Nabi Ibrahim AS. Tetapi, tekad itu tak jadi direalisasikan saat itu juga karena khawatir akan terjadi kemungkaran yang lebih besar.

Rasulullah SAW berkata, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari, "Seandainya mereka bukan kaum yang baru saja meninggalkan jahiliyyah, niscaya aku robohkan Baitullah dan kubangun kembali berdasarkan fondasi Nabi Ibrahim."

Mari kita rangkul saudara kita dai Timur…***

CATATAN
1. Untuk melihat video tentang Ugar, silahkan klik di Memotret Ugar, Memotret Muslim Papua)
2. Artikel ini telah dimuat di Majalah Suara Hidayatullah edisi Februari 2015)