Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah menyayangkan larangan penggunaan jilbab bagi pasukan pengibar bendera pusaka (paskibraka) saat peringatan 17 Agustus di Istana Negara.
Gedung Pusat Dakwah Hidayatullah |
Dugaan larangan ini tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka.
"Jika larangan tersebut benar maka Hidayatullah sangat menyayangkan kebijakan ini. Sebab, kebebasan menjalankan ajaran Islam diatur dalam UUD 45 pasal 29 ayat 1 dan 2," jelas Ketua Umum DPP Hidayatullah, Dr Nashirul Haq, Rabu, 14 Agustus 2024.
Ayat 1 menjelaskan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, sedang ayat 2 menjelaskan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Selain itu, larangan tersebut bertentangan dengan sila pertama Pancasila di mana negara dibangun atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pemakaian jilbab, jelas Nashirul lagi, wajib bagi Muslimah. Dengan demikian, mengenakan jilbab menjadi salah satu bentuk pengamalan sila pertama Pancasila. Adalah aneh bila pemakaian jilbab justru dilarang oleh lembaga yang bertugas membina ideologi Pancasila.
Seharusnya, jika dugaan larangan ini benar, kata Nashirul, BPIP mengawal agar pelaksanaan sila pertama ini tidak dinodai oleh aturan-aturan seperti ini, bukan malah melarangnya.
Nashirul mengajak para ulama, tokoh masyarakat, dan kaum cendekiawan untuk ikut mengingatkan pemerintah, khususnya BPIP, jika kekeliruan ini benar-benar terjadi.
"Di hari proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, kita harus mengingat kembali sejarah bahwa kemerdekaan bangsa ini tak lepas dari peran santri dan para ulama. Sila pertama Pancasila menjadi kesepakatan penting yang kita harus hormati. Jangan sampai dilanggar," terang Nashirul.
Ia juga mengingatkan agar BPIP tidak memaknai semboyan Bhineka Tunggal Ika secara berlebihan sehingga melanggar dasar negara Republik Indonesia, menyelisihi konstitusi, bahkan menyalahi hak asasi beragama.
"Kehendak untuk menyatukan Indonesia yang beragam suku dan agama harus dilakukan secara benar, bukan dengan cara mengajak pemeluk agama melanggar aturan agamanya sendiri," jelas Nashirul. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat