Senin, 22 Januari 2024

Selamat Jalan, Mas Rohim!

Pekan lalu (13 Januari 2024), saya diminta menemani para orang tua di Hidayatullah --Ust Hamim Thohari, Ust Aziz Qahhar, dan Ust Abdur Rahman-- bermusyawarah di Surabaya. Saya sudah berniat untuk menyempatkan diri membesuk sahabat saya, Abdur Rohim, yang sudah dua tahun ini didera sakit dan dirawat di kediamannya di Surabaya, Jawa Timur.

Mas Rohim (tengah), Ust Hamim Thohari (kiri), dan saya sendiri (kanan).

Dulu, Mas Rohim ---begitu saya biasa menyapanya-- diberi amanah menakhodai direktorat niaga di Majalah Suara Hidayatullah. Sedang saya diberi amanah mengepalai direktorat produksi dan redaksi di majalah yang sama. Jadi, hubungan kami sangat dekat. Kami sering berdiskusi banyak hal, terutama tentang strategi membesarkan majalah Islam milik ormas Hidayatullah ini.

Mas Rohim orang yang sangat baik. Ia murah senyum dan tak pernah marah. Hatinya lembut, gampang merasa iba melihat keadaan orang lain. 

Suatu hari, dua tahun lalu, Allah Ta'ala mencobanya dengan sakit yang memaksa ia harus terbaring di tempat tidur. Mendapati kabar tersebut, saya sudah berniat ingin membesuknya jika ada kesempatan ke Surabaya. Namun, kesempatan tersebut tak pernah datang. Sayangnya, saya pun tak pernah memaksakan diri untuk pergi ke Surabaya.

Hingga pekan lalu, kesempatan tersebut tiba-tiba datang. Saya kembali meniatkan diri untuk membesuk sahabat saya ini. Qadarallah, waktu begitu sempit. Rapat yang harus saya dampingi begitu padat, dari pagi hingga malam. 

Ahad malam, saya harus kembali ke Jakarta. Tiket pesawat sudah dibeli. Jeda waktu usai rapat hingga penerbangan pesawat tak lama. Akhirnya, mobil yang saya tumpangi ke bandara hanya bisa melewati jalan kecil menuju kediaman Mas Rohim. Tak bisa mampir.

Dari balik jendela mobil, saya masih memandang jalan kecil itu. Hati saya berbisik, "Maafkan saya mas. Saya belum bisa mampir. Insya Allah di waktu mendatang, saya akan datang menemui Mas Rohim."

Tadi sore (Ahad, 21 Januari 2024), kabar duka masuk di WA saya, Mas Rohim telah pergi. Innalillahi wainnailaihi rojiun. Ada perasaan menyesal mengapa saya selalu menunda-nunda kebaikan bertemu dengan sahabat saya ini. Semoga Allah Ta'ala merahmatimu, Mas, mengampunimu, dan memasukkanmu ke Jannah Firdaus. Saya bersaksi engkau orang baik. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat