Dalam perjalanan dari Semarang menuju Yogyakarta, saya dan rombangan PosDai Hidayatullah memutuskan untuk melihat sebentar suasana salah satu dusun di kaki Gunung Merbabu. Matahari sudah jauh melewati atas kepala ketika kami tiba di dusun ini.
Dusun tersebut bernama Cuntel, terletak di Desa Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Udara terasa dingin. Maklumlah, dusun itu terletak di ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut. Apalagi hujan rintik-rintik mulai turun. Sementara kabut menghalangi padangan mata kami yang penasaran ingin melihat puncak Merbabu dari kejauhan.
Kami tiba di halamam Masjid Baiturrahman menjelang ashar. Halaman tersebut tidak luas, menyambung dengan halaman beberapa rumah di sekitar masjid.
Saya perhatikan, di dalam beberapa rumah yang pintunya terbuka, banyak terdapat sayuran yang baru dipetik. Rupanya sebagian besar penduduk desa tersebut berprofesi sebagai petani sayur. Mereka menyimpan hasil panen di dalam rumah sebelum dijual ke penadah yang akan membawa hasil panen mereka ke kota.
Saya sebetulnya sudah lama mendengar cerita tentang masyarakat di kaki Gunung Merbabu ini. Mereka sedang diuji imannya oleh Allah Ta'ala dengan banyaknya godaan yang bisa menjerumuskan mereka kepada kekafiran. Sementara iman mereka sendiri belum begitu kuat.
Menurut salah seorang tokoh masyarakat yang rumahnya tak jauh dari Masjid Baiturrahman, jumlah penduduk Muslim di desa itu minoritas. Hanya 30 persen saja. Sementara masjid hanya satu. Itu pun tak luas. Kapasitasnya sekitar 50 jamaah saja. Saat tiba waktunya shalat fardhu, jumlah jamaah masih sedikit sekali.
Hari itu, Selasa, 20 Juni 2023, saya gembira karena keinginan menjumpai dusun ini terwujud. Namun, yang membuat saya lebih gembira adalah ketika bertemu sejumlah anak muda di pelataran Masjid Baiturrahman.
Rupanya mereka berasal dari Persis, salah satu ormas Islam yang berpusat di Bandung, Jawa Barat. Mereka tengah memantau beberapa lokasi yang akan dijadikan tempat praktik bagi anak-anak SMA. Kelak, kata mereka bercerita kepada saya, anak-anak tersebut akan menginap di kaki gunung Merbabu, berbaur bersama masyarakat, dan melihat langsung keadaan masyarakat di sana.
Saya juga bertemu dai muda Hidayatullah yang juga sering berdakwah di sana. Namanya Enggar Wahyu Riadi. Ia tinggal di Salatiga, tak begitu jauh dari kaki Gunung Merbabu.
Kami mengobrol di Masjid Baiturrahman selepas Ashar. Enggar bercerita bahwa cukup banyak dai muda dari berbagai organisasi Islam yang peduli dengan masyarakat kaki Gunung Merbabu. Mereka sering bertemu di lapangan dan saling membantu dalam dakwah.
Kita tentu menaruh harapan besar kepada dai-dai muda ini. Tak mudah menaklukkan medan dakwah seperti di kaki Gunung Merbabu ini. Namun di tangan mereka, insya Allah banyak persoalan yang akan teratasi.
Biarkan mereka bertarung, kita tinggal mendukung. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat