Muka bumi ini hampir dipenuhi oleh laut. Bila bumi dilihat dari luar angkasa maka yang dominan terlihat adalah warna biru. Itulah laut yang menyelimuti 70 persen permukaan Bumi. Bahkan, hampir 97 persen air di muka bumi disimpan di dalam laut.
Gelombang laut bisa besar, bisa juga kecil. Ini sama seperti iman manusia yang bisa tinggi, bisa pula rendah. |
Jika mendengar kata "laut", yang terbayang dalam benak kita adalah ombak. Sebab, selain rasanya yang asin, adanya ombak juga menjadi pembeda antara laut dan sungai atau danau.
Laut, bisa menyenangkan, bisa pula menakutkan. Bayangkan jika kita sedang berada di tengah laut, lalu tiba-tiba datang ombak yang sangat besar. Takutkah kita?
Tentu! Di kepala kita akan terbayang suasana ketika ombak tersebut menghempas kapal yang kita tumpangi, melemparkan semua penghuni di atasnya, termasuk kita.
Jika keadaan seperti ini benar-benar menerpa kita, sementara tak ada seorang pun yang kita yakini bisa menolong kita, maka apa yang akan kita lakukan?
Siapa pun yang mengalaminya tentu akan meminta pertolongan kepada Yang Maha Kuasa, Yang Ghaib, yang tak terlihat oleh mata namun kita tahu Dia ada.
Dalam keadaan seperti itu, hanya kepada Dia-lah kita bisa menggantungkan harapan. Inilah fitrah manusia. Tentang fitrah yang satu ini, Allah Ta'ala berfirman dalam surat Luqman [31] ayat 32, yang berbunyi:
"Dan apabila mereka digulung ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya. Tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Adapun yang mengingkari ayat-ayat Kami hanyalah pengkhianat yang tidak berterima kasih."
Ayat ini menggambarkan bahwa sesungguhnya manusia memiliki fitrah ber-Tuhan. Bahkan manusia pandir yang tidak mengakui adanya Tuhan sekali pun, ketika keadaan yang digambarkan dalam ayat di atas menimpanya, maka secara naluriah ia akan memohon kepada Tuhan dengan hati yang tulus seraya benar-benar berharap.
Yang menarik, Allah Ta'ala tidak hanya sekali memfirmankan tentang laut dan fitrah ber-Tuhan ini. Dalam surat al-Isra' [17] ayat 67, Allah Ta'ala juga berfirman:
"Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilang semua yang (biasa) kamu seru, kecuali Dia. Tetapi ketika Dia menyelamatkan kamu ke daratan kamu berpaling (dari-Nya). Dan manusia memang selalu ingkar (tidak bersyukur)."
Demikian pula pada surat al-Ankabut [29] ayat 65, Allah Ta'ala berfirman:
"Maka apabila mereka naik kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan penuh rasa pengabdian (ikhlas) kepada-Nya, tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, malah mereka (kembali) menyekutukan (Allah),"
Namun, Allah Ta'ala mengingatkan kepada manusia bahwa apabila pertolongan tersebut benar-benar datang dan manusia berhasil selamat dari ancaman kematian, tidak lantas ia seterusnya akan beriman kepada Rabb-nya. Sebagian memang beriman dan berusaha menjadi lebih baik, namun sebagian lagi tetap ingkar. Begitulah manusia!
Bagi manusia yang mendapat hidayah iman dari peristiwa tersebut, maka ia akan mencoba untuk semakin mengenal Tuhannya. Ini tentu akan kian mengokohkan imannya.
Namun, bagi manusia yang kembali ingkar setelah peristiwa tersebut ia lewati, maka tak ada kata yang lebih tepat untuknya selain kerugian yang besar. Orang-orang seperti ini nyata adanya, bahkan telah ada sejak zaman dahulu kala. Allah Ta'ala menyajikan kisah Raja Fir'aun di dalam al-Qur'an sebagai contoh manusia seperti ini.
Raja Mesir pada zaman Nabi Musa tersebut telah melihat banyak mukjizat yang diturunkan oleh Allah Ta'ala kepada Nabi Musa AS, baik berupa tongkat yang berubah menjadi ular besar, tangan yang mengeluarkan cahaya, datangnya banjir, belalang, kutu, katak, darah, hingga kekeringan. Semua itu pada awalnya membuat Fir'aun membenarkan bahwa Allah Ta'ala adalah Tuhan pemelihara langit dan bumi.
Namun, setiap kali musibah yang mendatangkan mukjizat tersebut usai, Fir'aun kembali kepada watak aslinya, yakni ingkar. Fir'aun tak pernah benar-benar beriman setelah semua bencana itu berlalu atas pertolongan Allah Ta'ala lewat doa Nabi Musa as. Fir'aun berulang-ulang menjadi kafir kembali, hingga Allah Ta'ala menenggelamkannya di Laut Merah.
Bahkan, ketika ia nyaris tenggelam, ia masih sempat meminta pertolongan kepada Allah Ta'ala dan memohon ampun atas keingkarannya. Namun, semua itu sia-sia. Begitulah kisah manusia yang tak bisa mengambil pelajaran.
Inilah pelajaran dari laut. Semoga Allah Ta'ala menjaga kita dari musibah seperti itu. Aamiiin. ***
Jika keadaan seperti ini benar-benar menerpa kita, sementara tak ada seorang pun yang kita yakini bisa menolong kita, maka apa yang akan kita lakukan?
Siapa pun yang mengalaminya tentu akan meminta pertolongan kepada Yang Maha Kuasa, Yang Ghaib, yang tak terlihat oleh mata namun kita tahu Dia ada.
Dalam keadaan seperti itu, hanya kepada Dia-lah kita bisa menggantungkan harapan. Inilah fitrah manusia. Tentang fitrah yang satu ini, Allah Ta'ala berfirman dalam surat Luqman [31] ayat 32, yang berbunyi:
وَإِذَا غَشِيَهُمْ مَّوْجٌ كَالظُّلَلِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجّٰىهُمْ إِلَى الْبَرِّ فَمِنْهُمْ مُّقْتَصِدٌ ۚ وَمَا يَجْحَدُ بِئَايٰتِنَآ إِلَّا كُلُّ خَتَّارٍ كَفُورٍ
"Dan apabila mereka digulung ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya. Tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Adapun yang mengingkari ayat-ayat Kami hanyalah pengkhianat yang tidak berterima kasih."
Ayat ini menggambarkan bahwa sesungguhnya manusia memiliki fitrah ber-Tuhan. Bahkan manusia pandir yang tidak mengakui adanya Tuhan sekali pun, ketika keadaan yang digambarkan dalam ayat di atas menimpanya, maka secara naluriah ia akan memohon kepada Tuhan dengan hati yang tulus seraya benar-benar berharap.
Yang menarik, Allah Ta'ala tidak hanya sekali memfirmankan tentang laut dan fitrah ber-Tuhan ini. Dalam surat al-Isra' [17] ayat 67, Allah Ta'ala juga berfirman:
وَإِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فِى الْبَحْرِ ضَلَّ مَنْ تَدْعُونَ إِلَّآ إِيَّاهُ ۖ فَلَمَّا نَجّٰىكُمْ إِلَى الْبَرِّ أَعْرَضْتُمْ ۚ وَكَانَ الْإِنْسٰنُ كَفُورًا
"Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilang semua yang (biasa) kamu seru, kecuali Dia. Tetapi ketika Dia menyelamatkan kamu ke daratan kamu berpaling (dari-Nya). Dan manusia memang selalu ingkar (tidak bersyukur)."
Demikian pula pada surat al-Ankabut [29] ayat 65, Allah Ta'ala berfirman:
فَإِذَا رَكِبُوا فِى الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجّٰىهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
"Maka apabila mereka naik kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan penuh rasa pengabdian (ikhlas) kepada-Nya, tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, malah mereka (kembali) menyekutukan (Allah),"
Namun, Allah Ta'ala mengingatkan kepada manusia bahwa apabila pertolongan tersebut benar-benar datang dan manusia berhasil selamat dari ancaman kematian, tidak lantas ia seterusnya akan beriman kepada Rabb-nya. Sebagian memang beriman dan berusaha menjadi lebih baik, namun sebagian lagi tetap ingkar. Begitulah manusia!
Bagi manusia yang mendapat hidayah iman dari peristiwa tersebut, maka ia akan mencoba untuk semakin mengenal Tuhannya. Ini tentu akan kian mengokohkan imannya.
Namun, bagi manusia yang kembali ingkar setelah peristiwa tersebut ia lewati, maka tak ada kata yang lebih tepat untuknya selain kerugian yang besar. Orang-orang seperti ini nyata adanya, bahkan telah ada sejak zaman dahulu kala. Allah Ta'ala menyajikan kisah Raja Fir'aun di dalam al-Qur'an sebagai contoh manusia seperti ini.
Raja Mesir pada zaman Nabi Musa tersebut telah melihat banyak mukjizat yang diturunkan oleh Allah Ta'ala kepada Nabi Musa AS, baik berupa tongkat yang berubah menjadi ular besar, tangan yang mengeluarkan cahaya, datangnya banjir, belalang, kutu, katak, darah, hingga kekeringan. Semua itu pada awalnya membuat Fir'aun membenarkan bahwa Allah Ta'ala adalah Tuhan pemelihara langit dan bumi.
Namun, setiap kali musibah yang mendatangkan mukjizat tersebut usai, Fir'aun kembali kepada watak aslinya, yakni ingkar. Fir'aun tak pernah benar-benar beriman setelah semua bencana itu berlalu atas pertolongan Allah Ta'ala lewat doa Nabi Musa as. Fir'aun berulang-ulang menjadi kafir kembali, hingga Allah Ta'ala menenggelamkannya di Laut Merah.
Bahkan, ketika ia nyaris tenggelam, ia masih sempat meminta pertolongan kepada Allah Ta'ala dan memohon ampun atas keingkarannya. Namun, semua itu sia-sia. Begitulah kisah manusia yang tak bisa mengambil pelajaran.
Inilah pelajaran dari laut. Semoga Allah Ta'ala menjaga kita dari musibah seperti itu. Aamiiin. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat