Dalam perkara dunia, sering kali kita diajarkan untuk berusaha sekuat kemampuan mengejar target. Sebab, keberhasilan akan diukur dari seberapa banyak target yang bisa kita capai. Bahkan, bukan sekadar kita capai, kalau bisa, kita lampaui.
Namun, untuk urusan akhirat, tidak seperti itu. Dalam hal dakwah, misalnya, kita hanya diperintahkan untuk menyampaikan saja, sebagaimana Allah Ta'ala memerintahkan kepada para Nabi dan Rasul dalam al-Qur'an surat Yasin [36] ayat 17, “Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas.”
Syekh Abdurrahman As-Sa’diy menjelaskan dalam tafsirnya tentang ayat ini. Kata beliau, "Tugas kami hanyalah menyampaikan dengan ilmu yang jelas. Kami lakukan dan kami jelaskan untuk kalian. Apabila kalian mendapat hidayah, maka itulah keberuntungan dan taufik bagi kalian. Namun apabila kalian tetap tersesat, maka tidak ada kewajiban bagi kami lagi (untuk mengubah paksa kalian).”
BACA JUGA: Dari Keluarga Menuju Jamaah
Penjelasan ini senada juga dengan firman Allah Ta'ala dalam surat Al Qashash [28] ayat 56, "Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.”
Tak sekadar itu, menyampaikan kebenaran haruslah dengan bahasa yang bisa dipahami orang lain. Ini diungkapkan oleh Ali bin Abi Thalib Ra, sebagaimana disebutkan oleh Bukhari, “Berbicaralah kepada orang banyak dengan apa yang dapat mereka pahami. Sukakah kalian bila mereka nanti mendustai Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam?”
Perkataan Ali ini mirip seperti perkataan Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan oleh Muslim, “Tidaklah kamu menyampaikan sesuatu yang tidak dapat dicerna oleh akal suatu kaum, melainkan akan menimbulkan fitnah bagi sebahagian mereka.”
Seorang lelaki pernah bertanya kepada Imam Ahmad, “Aku berada dalam sebuah forum yang disinggung perkara sunnah di dalamnya. Tak ada yang tahu mengenai sunnah itu selain diriku. Bolehkah aku membicarakannya?”
Imam Ahmad menjawab, sebagaimana dikisahkan oleh Imam Ibnu Muflih al-Maqdisi dalam kitabnya al-Adab asy-Syar’iyyah, “Sampaikanlah kebenaran dan jangan bertengkar karenanya.”
Sikap yang sama juga ditunjukkan oleh Imam Malik. Menurut beliau, sebagaimana dikutip dalam kitab yang sama, "Sampaikanlah kebenaran, namun bila tidak diterima lebih baik diam."
Abu Darda Ra permah berkata, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Nu'aim, "Apabila keadaan saudaramu berubah dan melakukan dosa, maka jangan tinggalkan dan menjauhinya. Nasihatilah dengan sebaik-baiknya, dan bersabarlah terhadapnya, karena seseorang terkadang bengkok dan terkadang lurus."
Demikianlah dakwah, harus dilakukan dengan sabar. Sebab, bukan hasil yang dituntut dalam dakwah, namun keteguhan hati dan keistiqomahan. Soal hasil, serahkanlah kepada Yang Maha Membolak-balikkan Hati.
Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat