Suatu ketika, datang seorang laki-laki sederhana ke kantor redaksi Majalah Suara Hidayatullah. Memang, kantor redaksi kami biasa didatangi orang-orang yang ingin bersilaturahmi, sekadar ngobrol atau saling bertukar informasi.
Laki-laki ini penampilannya sederhana. Seperti orang biasa. Padahal sebetulnya ia bukan "orang biasa". Ia memimpin yayasan Sahabat al-Aqsha dan pemilik penerbit buku-buku Islam Pro U. Ia juga pernah menjadi Ketua DKM Masjid Jogokariyan, masjid di Yogyakarta yang mashur itu. Dialah Mas Fanni Rahman.
Kami lalu mengobrol santai. Ia bercerita tentang rencananya berkunjung ke perbatasan Irak guna melihat dari dekat nasib para pengungsi Suriah, terutama anak-anak.
Saya menawarkan kepadanya untuk membuat tulisan panjang tentang keadaan pengungsi itu. Barangkali banyak masyarakat yang belum ngeh soal nasib para pengungsi yang sangat butuh uluran tangan itu.
Dia menyanggupi. Lalu, saya memberinya kartu pers sebagai pegangan bahwa ia sedang bertugas sebagai wartawan. Kartu pers itu masa berlakunya hanya satu bulan.
Dia senang sekali menerima kartu pers itu. Ditimangnya, lalu dikalungkannya ke leher seraya tersenyum.
Setelah itu, kami sering kontak-kontakan. Saya tentu ingin memastikan bagaimana keadaan "wartawan dadakan" kami itu. Sementara dia melaporkan apa-apa yang bagus untuk ditulis.
Tak berapa lama kemudian, keluarlah laporan panjang soal nasib pengungsi Suriah di perbatasan Irak dari dia. Kami memuatnya sebanyak 8 halaman dalam rubrik Laporan Utama. Laporan pandangan mata yang apik disertai sejumlah foto yang "berbicara".
Setelah pulang, dia datang lagi ke kantor redaksi kami. Dia serahkan kembali kartu persnya. "Simpan saja untuk kenang-kenangan," kata saya. Dia tersenyum senang meskipun kartu pers itu sudah habis masa berlakunya.
Setelah itu, kami jarang sekali bertemu. Namun, setiap kali bertemu, ia selalu mengatakan, "Saya ini wartawan Hidayatullah lho" seraya tersenyum gembira.
Pagi ini, saya menerima kabar duka. Allah Ta'ala telah memanggil "wartawan andalan " kami, Mas Fanni. Innalillahi wainnailahi rojiun. Allahummagfirlahu warhamhu wa'aafihi wa'fu'anhu.
Satu lagi sahabat kami telah Engkau panggil, ya Allah. Saya bersaksi, dia orang baik. Dia laki-laki pemberani yang tatapan matanya teduh. Dia laki-laki terkenal yang tak ingin dikenal. Dia pejuang dalam sepi.
Semoga Allah Ta'ala mengampuni beliau, merahmati beliau, menyelamatkan beliau, dan memaafkan segala kesalahan beliau. Aamiin. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat