Ada sebuah pertanyaan yang kerap diajukan masyarakat kepada para pemerhati media. "Bagaimana mengenali media penyebar hoax dan media yang bisa dipercaya?"
Tentu pertanyaan ini lumrah diajukan. Sebab, saat ini jumlah media begitu banyak. Ini dampak dari kian berkembangnya teknologi informasi. Tak perlu modal besar untuk membuat sebuah media publikasi. Cukup kecakapan menulis, plus sedikit rupiah. Jadilah sebuah media.
Dengan fakta itu wajar bila media massa menjamur. Bukan cuma di Indonesia, juga di dunia. Wajar pula bila masyarakat bingung memilih media mana yang layak dipercaya.
Sayangnya, di dalam belantara media tersebut, media Islam tidak semua tampil sebagai penyaji informasi yang terpercaya. Justru tak sedikit media Islam yang tak dikelola secara profesional. Mereka hanya mengutip informasi yang telah dipublikasikan sebelumnya, tanpa melakukan proses tabayyun.
Akibatnya, informasi keliru yang seharusya mereka tahan, gampang lolos terberitakan. Padahal, Islam amat menghindari dusta. Bahkan, kata Rasulullah SAW sebagaimana dinukil oleh ulama besar Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir, Sayid Sabiq, dalam bukunya Islamuna, seorang mukmin bisa saja menjadi pengecut dan kikir (bakhil), namun untuk berbohong, tidak mungkin!
Di sisi lain, persaingan memanjakan pembaca dengan suguhan informasi berbobot di belantara media amat ketat. Pilihan kata yang menarik, kedalaman informasi yang disajikan, tampilan yang memukau, amat menentukan kemenangan dalam persaingan itu. Jika media Islam kalah bersaing, maka dakwah tak akan sampai kepada masyarakat.
Kembali kepada pertanyaan awal, bagaimana mengenali media penyebar hoax dan media yang bisa dipercaya? Media-media besar jelas berusaha tampil profesional. Mereka berupaya meyakinkan pembaca bahwa mereka layak dipercaya. Jumlah pengelola mereka banyak. Satu konten harus melalui proses editing berlapis sebelum disajikan ke masyarakat.
Mereka juga mempekerjakan tenaga-tenaga profesional dalam mengemas dan memoles media. Mereka melakukan pembinaan dan pelatihan terus menerus. Mereka juga didukung riset mendalam. Dan, mereka semua mampu melakukan itu karena didukung oleh modal yang tak sedikit.
Namun, bisakah mereka dipercaya? Tunggu dulu! Soal hoax, mungkin mereka bisa mengatasinya. Namun soal visi, misi, dan tujuan sang pemilik media menerbitkan produknya, apakah bisa dipercaya akan menyelamatkan kehidupan kita di akhirat kelak? Belum tentu! Justru media Islam, dengan segala keterbatasannya, lebih dipercaya.
Alangkah baiknya bila pers Islam berbenah. Mereka seharusnya tak sekadar lurus dalam tujuan, namun juga profesional dalam menyajikan.
Media Islam harus indah dalam rupa, berbobot dalam data, dipercaya dalam berita, Kalau pun dana tak ada, militansi masih bisa diandalkan untuk memecahkan kendala.
Bukankah berletih-letih dalam berjuang untuk menegakkan Islam itu adalah jihad? Dan, Rasulullah SAW telah bersabda, "Perumpamaan orang yang berjihad di jalan Allah seperti orang yang berpuasa, shalat, dan khusyuk membaca ayat-ayat Allah, dan tidak berhenti dari itu semua sampai orang yang berjihad di jalan Allah kembali." (Riwayat Muslim).
Februari adalah bulan media. Di bulan ini, pers Indonesia lahir. Mudah-mudahan bulan ini menjadi tonggak bangkitnya pers Islam sebagai wadah jihad fi sabilillah.
Wallahu a'lam
(Dimuat di Rubrik Salam, Suara Hidayatullah, Februari 2021, untuk memperingati Hari Pers Nasional)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat