Kamis, 07 Januari 2021

Mendakwahi Ayah

Mulailah berdakwah kepada orang yang terdekat. Begitu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (SAW) mencontohkan kepada kita. 

Mendakwahi mereka bukan berarti kita tak memiliki adab kepada mereka. Justru itu adalah bentuk kasih sayang kita kepada mereka. Sebab, kita tak ingin kelak di akhirat mereka harus berpisah dengan kita karena di dunia kita membiarkan mereka memilih jalan yang salah.

Namun, sekuat apa upaya kita mengajak mereka, tetap Allah-lah yang menguasai hati manusia. Jika Allah Subhanahu Wa Ta'ala tak berkehendak, maka dakwah kita tak akan berbuah hasil. Faktor yang amat menentukan justru adalah kehendak Allah Ta'ala

Karena itu, kegigihan berdakwah harus dibarengi dengan kegigihan berdoa. Sertakan ikhtiar dengan doa agar Allah Ta'ala berkenan memberikan hidayah taufiq kepada orang-orang yang kita sayangi. Ini dilakukan oleh Nabi Ibrahim Alaihissalam (AS) kepada ayahnya. 

Nabi Ibrahim AS, sebagaimana dikisahkan dalam al-Qur'an surat Maryam [19] ayat 41 hingga 50, telah berdakwah secara lemah lembut kepada ayahnya, Azar, sang pembuat patung berhala, penjual, sekaligus penyembahnya. 

"Wahai ayahku!" kata Ibrahim AS sebagaimana dikutip dalam al-Qur'an surat Maryam [19] ayat 44, "Janganlah engkau menyembah setan. Sungguh, setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pengasih."

"Wahai ayahku," kata Ibrahim AS lagi sebagaimana lanjutan dari ayat di atas, "Aku sungguh khawatir engkau akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pengasih sehingga engkau menjadi teman bagi setan."

Ibrahim AS jelas amat membenci patung-patung sesembahan ayahnya. Namun, kebencian itu tak membuat Ibrahim AS kehilangan adab. Bahkan, ketika sang ayah memarahinya dan mengancam hendak merajamnya, Ibrahim AS malah mendoakan ayahnya. 

"Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu (wahai ayahku). Aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku,"_ kata Ibrahim AS dalam rangkaian surat yang sama pada ayat 47.

Rupanya Allah Ta'ala berkehendak lain. Meski Ibrahim AS tak putus memohon doa agar Allah Ta'ala memberi hidayah pada sang ayah, namun nyatanya Azar tetap berada dalam kekafiran sampai ajal menjemputnya.

Setelah itu, Ibrahim AS tak lagi berdoa memintakan ampunan kepada Allah Ta'ala untuk ayahnya. Ia tahu, tak pantas seorang Muslim memintakan ampunan untuk kaum kafir yang telah meninggal dunia. 

Allah Ta'ala mengabadikan kisah ini dalam surat At Taubah [9] ayat 114, "Maka ketika jelas bagi Ibrahim bahwa ayahnya adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sungguh Ibrahim itu seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun."

Dari kisah ini jelaslah bahwa hubungan nasab menjadi tak berarti sama sekali manakala keyakinan tentang Tuhan telah berbeda. Bahkan, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari dikisahkan bahwa ketika Ibrahim AS mengingatkan Allah Ta'ala akan janji-Nya bahwa Allah Ta'ala tak akan mempermalukannya di hari kiamat dengan kekafiran ayahnya, justru Allah Ta'ala mengubah Azar menjadi dubuk (sejenis biawak).

"Sungguh Aku haramkan surga bagi orang-orang kafir," kata Allah Ta'ala dalam hadits tersebut.

Jadi, sebelum terlambat, dakwahilah keluargamu dan memohonlah kepada Allah Ta'ala agar mereka segera diberi hidayah sehingga kita kelak bisa berkumpul lagi dengan mereka di surga. Aamiin.

Tentang hidayah ini, Allah Ta'ala berfirman kepada Muhammad SAW, "Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk," (Al-Qasas [28]: 56). ***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat