Senin, 30 November 2020

Peradaban Mulia Lahir dari Tatanan yang Sempurna

Islam tak sekadar mengurus persoalan pribadi manusia. Islam juga menata hubungan antar manusia, termasuk hubungan struktural dalam kelompok-kelompok masyarakat, mulai dari kelompok kecil seperti keluarga, hingga kelompok besar seperti negara.

Bila tatanan ini telah terbangun maka terbangun pula sebuah peradaban. Tatanan yang sempurna tentu akan menghasilkan peradaban yang sempurna. Islam adalah tatanan yang sempurna. Ia dibangun dari wahyu. Tak akan bertentangan dengan fitrah mahluk. Maka, tegaknya peradaban Islam sudah pasti menjadi cita-cita kaum Muslim. 

Allah Ta'ala berfirman dalam al-Qur'an surat al-Baqarah [2] ayat 208, "Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam (as-silmi) secara keseluruhan (kaffah), dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu."

Al-Aufi mengutip pendapat sejumlah ahli tafsir seperti Mujahid, Ikrimah As-Saddi, dan Ibnu Zaid bahwa as-silmi berarti Islam. Sedangkan Ad-Dahhak mengutip pendapat Ibnu Abbas, Abul Aliyah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas bahwa as-silmi berarti taat. Adapun Qatadah berpendapat bahwa as-silmi berarti berserah diri. Tegaknya peradaban Islam akan mendukung "ketaatan, berserah diri," dan "masuk ke dalam Islam" bisa berlangsung secara kaffah.

Namun, tegaknya peradaban Islam tak harus dimulai dari kelompok besar. Tegaknya peradaban Islam bisa dimulai dari kelompok kecil seperti keluarga, lalu kelompok yang lebih besar, hingga kelompok yang paling besar. 

Rasulullah SAW, setelah menerima wahyu pertama di Gua Hiro, mendakwahkan Islam kepada keluarganya terlebuh dahulu, lalu kepada kerabatnya, kemudian kepada kalangan terbatas, baru setelah itu kepada seluruh manusia, bahkan raja-raja yang memerintah di sekitar Madinah.

Tegaknya peradaban Islam tak harus menunggu keadaan berjalan sempurna terlebih dahulu. Tegakkanlah apa yang mampu kita tegakkan terlebih dahulu. Rasulullah SAW, pada masa awal kenabian, tak langsung bisa mengubah tatanan masyarakat Makkah menjadi berperdaban Islam. Keadaan tak memungkinkan saat itu. Peradaban Islam baru bisa beliau bangun setelah hijrah ke Madinah.

Kita pun demikian. Jika di tempat kita berada keadaan belum memungkinkan untuk tegaknya Islam secara _kaffah_ maka lakukanlah terlebih dahulu apa yang bisa kita lakukan, sembari terus berjuang untuk tegaknya peradaban Islam. 

Jangan patah semangat, apalagi frustasi. Sebab, sebagaimana janji Allah Ta'ala yang diucapkan oleh Rasulullah SAW dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad ibn Hambal, peradaban Islam pada saatnya nanti akan tegak, tanpa kita atau dengan kita.

Wallahu a'lam




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat