JAKARTA --- Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah secara resmi mengirimkan surat kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada Kamis, 18 Juni 2020.
Surat yang ditembuskan kepada Presiden Republik Indonesia dan Ketua MPR RI tersebut berisi permintaan kepada DPR agar tidak melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Surat tersebut ditandatangani Ketua Umum DPP Hidayatullah, Dr Nashirul Haq, dan Sekretaris Jenderal DPP Hidayatullah, Ir Candra Kurnianto.
Selain itu, dalam surat tersebut, DPP Hidayatullah meminta agar DPR mencabut RUU HIP dari daftar Program Legislasi Nasional 2020. Adapun materi haluan ideologi Pancasila, tertulis dalam surat itu, sebaiknya dimasukkan dalam usulan perubahan UUD 1945.
Menurut Sekjen DPP Hidayatullah, Candra Kurnianto, surat ini dilayangkan mengingat respon masyarakat yang demikian besar atas RUU ini. "Surat ini merupakan tanggung jawab kami sebagai bagian dari elemen bangsa yang menginginkan terwujudnya cita-cita berbangsa dan bernegara sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD 1945," jelasnya kepada Hidayatullah.com Jumat (19/6).
Isi surat tersebut ada 4 hal. Pertama, menyoroti judul dan substansi RUU HIP yang dinilai oleh DPP Hidayatullah sebagai tafsir atas Pancasila yang normanya diatur dalam Pembukaan UUD 1945. “Seharusnya, substansi demikian diatur dalam batang tubuh UUD 1945, bukan dalam peraturan perundangan setingkat undang-undang," jelas Candra.
Kedua, muatan undang-undang seharusnya menjadi penjabaran lebih lanjut dari ketentuan di dalam batang tubuh UUD 1945, bukan materi muatan yang ada dalam pembukaan UUD RI 1945.
Ketiga, Pancasila sebagai dasar negara, filosofi negara, ideologi negara, dan sumber dari segala sumber hukum, sudah dikukuhkan dalam berbagai macam peraturan perundangan-undangan. “Jadi kedudukan Pancasila sudah sangat kuat. Seluruh peraturan perundangan-undangan seharusnya menjadi pengejewantahan dari nilai-nilai Pancasila," jelas Candra lagi.
Kalaupun dalam praktiknya ada hal yang dianggap berlainan, maka itu bukan problem norma, tapi problem pelaksanaan. Yang diperlukan bukan membuat norma baru seperti RUU HIP, namun memperbaiki dan meluruskan tata kelola bernegara.
Adapun butir keempat dalam surat tersebut menjadi kesimpulan dari tiga butir sebelumnya. Kesimpulan tersebut berupa permintaan agar DPR tidak melanjutkan pembahasan RUU HIP. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat