Rabu, 26 Februari 2020

Ber-Islam dengan Ber-Iqro

"Bayangkan bila Pak Jokowi tiba-tiba masuk ke masjid ini. Kira-kira bagaimana reaksi jamaah?"

Pertanyaan itu dilontarkan Ust Aqib Junaid, anggota Dewan Mudzakarah Hidayatullah saat berceramah selepas shalat magrib di Masjid Baitul Karim, Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, jelang akhir Februari 2020.

Tanpa menunggu jawaban jamaah, Ust Aqib langsung melanjutkan ceramahnya. "Reaksi jamaah tentu sangat tergantung sejauh mana mereka mengenal Pak Jokowi."

Maksudnya, jika jamaah tak tahu Pak Jokowi seorang presiden di Republik ini, maka reaksi mereka akan biasa-biasa saja, sama seperti ketika mereka melihat kebanyakan jamaah lainnya. Jika mereka tahu namun tak kenal wajahnya, maka reaksi mereka juga akan biasa-biasa saja.

Tapi, bila mereka tahu, kenal, bahkan paham seperti apa kekuasaan seorang presiden di Republik ini, maka tentu sikap mereka akan sangat berbeda. Boleh jadi ada yang berdiri dan menyalami Sang Presiden. Boleh jadi juga ada yang mempersilahkan Pak Jokowi untuk shalat di shaf terdepan.

Rupanya, penjelasan itu disampaikan Ust Aqib untuk memberikan analogi mengapa banyak manusia yang telah mengucapkan Kalimat Syahadat, namun tetap ingkar kepada Tuhannya. Itu semua terjadi karena mereka tak tahu siapa Tuhannya.

Boleh jadi mereka sebetulnya tahu, tapi tidak mengenal siapa Tuhannya. Bahkan boleh jadi juga mereka mengenal, namun tak mengimaninya.

Karena itulah, agar reaksi manusia benar terhadap Allah Ta'ala, maka manusia harus betul-betul tahu siapa Rabb-nya, mengenal siapa Rabb-nya, lalu mengimani semua tentang Rabb-nya.

Dan, sebab itu pula, ungkap Aqib, rangkaian ayat al-Qur'an yang pertama diturunkan oleh Allah Ta'ala, tidak bicara soal Kalimat Syahadat. Tak ada perintah bersyahadat pada 5 ayat pertama surat al-'Alaq. Yang ada justru perintah untuk ber-iqro.

Bukan berarti perintah Syahadat tidak penting. Bukan pula berarti perintah Syahadat tidak utama. Justru Syahadat adalah pintu masuk seseorang menjadi Muslim. Semua kebaikan seseorang akan percuma di mata Allah Ta'ala manakala ia tak bersyahadat.

Namun, perintah ber-iqro akan mengantarkan manusia bersyahadat secara benar. Perintah ber-iqro akan menyadarkan manusia memahami siapa Tuhannya dan bagaimana posisi dia di hadapan Tuhannya.

Jika manusia sudah mengenal Sang Khaliq, maka mudah sekali ia untuk bersyahadat. Andai ia dilarang sekalipun, bahkan diancam agar tidak mengucapkan Syahadat, maka manusia yang sudah mengimani Rabb-nya tak akan peduli dengan larangan dan ancaman itu.

Semoga kita semua telah menjadi Muslim yang bwr-iqro, bukan sekadar ber-Syahadat.

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat