Senin, 03 Juli 2017

Bahaya Penyair

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas. Karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al-Baqarah [2]: 190)


o0o

Ada 10 nama yang divonis mati oleh Rasulullah SAW saat peristiwa penaklukkan Makkah (Fathu Makkah) pada 10 Ramadhan 8 Hijriah. Satu di antaranya adalah Ka’ab bin Zuhair bin Abi Sulma al-Muzanni.

Apa kesalahan Ka'ab sehingga Rasulullah SAW memvonisnya hukuman mati? Padahal, ada ratusan kaum kafir Makkah yang justru diampuni oleh Rasulullah SAW ketika itu. Jawabanya sederhana saja. Karena Ka'ab seorang penyair. 

Ka’ab memang dikenal sebagai pujangga kenamaan pada masa itu. Karya-karyanya digandrungi banyak orang. Namun sayang, karya-karyanya menyesatkan, bahkan menghina Islam dan Rasulullah SAW. Pantaslah bila Rasulullah SAW memberi vonis mati kepadanya.

Rasulullah SAW menyadari bahaya besar yang ditimbulkan oleh syair para pujangga. Seorang penyair bisa dengan mudah mempengaruhi persepsi masyarakat lewat mulut-mulut mereka. 

Syair bisa dengan mudah menjatuhkan nama baik seseorang. Sebaliknya, syair juga bisa dengan mudah menaikkan pamor seseorang. Syair bisa memutar balik fakta, membuat yang buruk menjadi baik, atau yang baik menjadi buruk.

Apalagi masyarakat Arab ketika itu amat gandrung dengan syair. Setiap kali para pedagang datang dari luar kota, mereka akan menanyakan apakah ada syair baru yang mereka bawa? Abu Sufyan dan para pembesar Quraisy rela membayar mahal para penyair ini untuk mendongkrak pamor mereka.

Kini, jauh setelah Rasulullah SAW wafat, para penyair itu masih ada. Mereka tetap menyebarkan syair-syair sesatnya. 

Namun, bentuknya tentu saja berbeda. Bukan lagi sekadar bait-bait yang indah, tapi fiksi yang mempesona, bahkan informasi yang menggugah. 

Syair-syair gaya baru tersebut kini tak lagi dibacakan di tengah pasar atau di tempat keramaian lainnya. Cukup dipublikasikan di internet, maka seluruh dunia akan tahu. Tak ada lagi sekat yang menghadang. Tak ada lagi jarak yang menghalang. 

Syair-syair gaya baru ini masuk ke dalam rumah-rumah kaum Muslim, merasuki pikiran para remaja hingga menjauhkan mereka dari ajaran agamanya. 

Karya-karya para “pujangga” modern ini telah membuat para pemuda Muslim tidak bergairah untuk berjuang dan terjangkiti penyakit al-wahn, cinta dunia dan takut mati.

Jika pada masa lalu Rasulullah SAW begitu tegas terhadap para penyair yang menyesatkan ini, maka bagaimana dengan sekarang?  Mari berhati-hati dengan “para penyair masa kini”. Mereka amat berbahaya sampai-sampai Rasulullah SAW memvonis mereka dengan hukuman mati. 

Namun, jika mereka bertaubat, menyadari kekeliruannya, lalu menggunakan keahliannya untuk berdakwah, maka berilah mereka ampunan. Sebab, Rasulullah SAW pun demikian.

Ka’ab bin Zuhair, setelah menerima vonis mati dari Rasulullah SAW, menyadari kekeliruannya. Suatu hari, ketika Rasulullah SAW usai menunaikan shalat Subuh di Madinah, Ka’ab datang menghadap beliau seraya meletakkan tangannya di atas tangan beliau.

Seorang sahabat yang mengetahui hal ini lalu berseru, “Ya Rasulullah, biarkan aku memenggal lehernya.”

“Jangan!” kata Rasulullah SAW.  “Biarkan saja dia. Dia datang untuk bertaubat, membuang masa lalunya.”  ***

(Dipublikasikan oleh Majalah Suara Hidayatullah edisi Juli 2017)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat