Kamis, 23 April 2015

Murakkabah

"Apabila kalian melihat masjid atau mendengar orang yang berazan, maka janganlah kalian membunuh seorangpun!" (Riwayat Abu Dawud, al-Turmudhi dan Ahmad)

o0o


Pada suatu hari, cerita Anas bin Malik, ia dan pasukan yang dipimpin Rasulullah SAW hendak menyerbu perkampungan Khaibar. Setelah hampir tiba di tempat itu, mereka tidak langsung menyerbu, melainkan menunggu hingga malam hampir beranjak subuh.

Lalu, sebelum fajar menyingsing, Rasulullah saw memasang kupingnya baik-baik. Beliau mencari-cari adakah suara azan terdengar dari kampung itu? Rupanya tidak! Bahkan, hingga shalat Subuh selesai mereka kerjakan, suara azan tetap tak terdengar.

Seketika itu juga, Rasulullah saw menaiki kuda tunggangannya, memimpin pasukan menyerbu kampung itu. Penduduk Khaibar yang mengetahui kedatangan pasukan Muslim langsung berteriak, "Muhammad dan pasukannya (datang)!"

Dari kisah ini mengertilah kita bahwa sebuah wilayah tak akan diperangi oleh pasukan Muslim bila di tengah-tengahnya berkumandang azan. Dalam suatu riwayat dari Anas disebutkan bahwa Rasulullah saw pernah mengurungkan rencana menyerbu suatu wilayah ketika mendengar kumadang azan dari seorang pengembala kambing.

Bahkan, lebih tegas lagi, Rasulullah saw berpesan kepada pasukan yang akan berangkat berperang, sebagaimana diceritakan oleh Ibnu 'Isham Al Muzani, dari ayahnya, "Apabila kalian melihat masjid atau mendengar orang yang berazan, maka janganlah kalian membunuh seorang pun (di sana)!"

Atas alasan ini pula maka Al-Mawardi, salah seorang ulama Syafi'iyyah, menganggap bahwa jika pada suatu wilayah telah ada syiar-syiar Islam berupa azan --dan tentu selanjutnya disertai shalat berjamaah --maka wilayah tersebut sudah bisa dianggap sebagai dar al-Islam (negeri Islam).

Bila pendapat ini --serta kisah Rasulullah SAW di atas--- dihubungkan dengan keadaan di Indonesia sekarang maka sudah amat cukup bukti bahwa negeri dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia ini bukanlah negeri kafir. Bahkan, menurut Badan Wakaf indonesia, jumlah masjid di Indonesia mencapai 1 juta lebih.

Nah, jika Indonesia bukan negeri kafir, apakah otomatis tergolong negeri Islam? Tunggu dulu! Tak sesederhana itu menyimpulkannya. Fakta-fakta lain menunjukkan bahwa hukum yang diberlakukan di negeri ini bukanlah hukum Islam. Mana mungkin sebuah negeri yang tidak menjalankan hukum Islam dikategorikan negeri Islam?

Jika demikian, negeri apakah Indonesia ini? Ibn Taymiyyah memperkenalkan suatu istilah yang maknanya kira-kira campuran antara negara Islam dan negara kafir. Istilah itu adalah al-dar al-murakkabah atau darul murakkabah (Majmu' Fatawa, Madinah, Mujamma' al-malik Fahd, 1995)

Istilah ini muncul ketika beliau ditanya soal status wilayah Mardin, sebuah provinsi di Turki, apakah termasuk negeri Islam atau negeri kafir? Rupanya beliau memahami realitas saat itu bahwa ada wilayah-wilayah tertentu yang tidak dapat dihukumi dengan salah satu hukum yang popular, yakni darul Islam atau darul kufar. Lalu beliau mengambil jalan tengah dengan membuat istilah murakkabah.

Maka, di negeri murakkabah seperti Indonesia ini, hal yang harus kita gencarkan adalah dakwah. 

Wallahu a'lam.

(Dipublikasikan oleh Majalah Suara Hidayatullah edisi April 2015)