Selasa, 15 Juli 2025

Romawi dan Yahudi yang Kembali Terusir

Setelah Nabi Isa a.s. diangkat ke langit oleh Allah Ta'ala, nasib bangsa Yahudi di Yerusalem dan sekitarnya semakin memburuk. Tabiat mereka yang kerap membuat ulah ---bahkan Nabi dari bangsa mereka sendiri mereka bunuh-- membuat Romawi kian tidak suka.

Mereka juga memusuhi para pengikut Nabi Isa (kaum hawariyyun) yang tetap berusaha menyebarkan ajaran nabinya. Hal ini menimbulkan konflik internal di kalangan Bangsa Yahudi sendiri.

Semakin lama, konflik antara Bangsa Yahudi dan pemerintahan Romawi kian meruncing. Puncaknya pada tahun 66 M, Bangsa Yahudi di Palestina (Yudea) memberontak terhadap Kekaisaran Romawi. Pemberontakan ini kerap disebut Perang Yahudi-Romawi pertama.

Tahun 69 M, Vespasian yang baru saja diangkat menjadi Kaisar Romawi memerintahkan pasukannya untuk menumpas habis pemberontakan kaum Yahudi di Palestina. Pimpinan pasukannya adalah anak kaisar sendiri, yakni Jenderal Titus.

Pada tahun 70 M, Jenderal Titus mulai menghabisi kota Yerusalem, meratakan Haikal Sulaiman yang sempat dibangun kembali pada masa Raja Darius, membakar dan menghancurkan semua bangunan hingga tak bersisa kecuali sebidang tembok yang sekarang diratapi kaum Yahudi.

Ini adalah peristiwa yang sangat traumatis dalam sejarah Yahudi. Ratusan ribu orang Yahudi dibunuh atau ditawan, dan sisanya diaspora (tersebar) ke seluruh wilayah Romawi.

Beberapa puluh tahun kemudian, Kaisar Romawi, Hadrian, yang beragama Pagan dan mulai memerintah sejak 117 M, mendirikan kuil megah di atas puing-puing bangunan yang dulu didirikan Nabi Sulaiman a.s. Kuil itu adalah tempat menyembah Dewa Apollo. 

Tak sekadar itu, ia juga menerapkan aturan kepada seluruh bangsa Yahudi yang masih menetap di Yerusalem untuk membayar pajak khusus (Fiscus Yudisius) sebesar 2 dinar per kepala. Mereka bisa terbebas dari pajak ini jika keluar dari agama Yahudi. Kaisar Hadrian juga melarang kaum Yahudi mempraktikkan ajaran agamanya.

Merasa jengah diperlakukan tidak adil, bangsa Yahudi kembali melakukan pemberontakan kepada Kaisar Romawi tahun 132 M.  Pemberontakan kedua ini dipimpin oleh Simon Bar Kokhba. 

Untuk memadamkan pemberontakan ini, Kaisar Hadrian langsung menurunkan bala tentara luar biasa besar. Mereka membantai hampir setengah juta bangsa Yahudi. Hanya beberapa orang saja yang sempat melarikan diri. Semua bangunan dihancurkan. 

Setelah itu, tahun 135 M, Kaisar Hadrianus menggabungkan provinsi Yudea dengan Provinsi Syria (Suriah) dan diberi nama baru Syria Palaestina, yang di kelak kemudian hari hanya disebut Palestina saja. 

Namun, penggabungan ini tidak berlangsung lama. Pada tahun 193 M, kawasan-kawasan di sebelah utara terpecah lagi menjadi Syiria Coela di bagian utara dan Phoenica di bagian selatan. Provinsi Syria Palaestina kembali menjadi Yudea.

Saat masih bernama Syria Palaestina, kota Yerusalem diganti namanya menjadi Aelia Capitolina. Bangunan-bangunan di sana dibuat bergaya Romawi. Orang-orang Yahudi dilarang memasuki kota ini. Jika ada yang masuk maka ia akan dihukum mati, kecuali untuk satu hari saja setiap tahunnya, yaitu saat hari peringatan Tisha B'Av.

Sejak tahun 135 M ini bangsa Yahudi hidup dalam pengasingan (diaspora) di berbagai belahan dunia. Di Eropa, mereka sering mengalami penganiayaan dan pengusiran. Di Timur Tengah, mereka hidup di bawah perlindungan Islam tetapi tetap sebagai minoritas. Keadaan ini terus berlangsung hingga abad ke-20. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat