Semua Nabi memiliki mukjizat. Nabi Isa AS, misalnya, punya mukjizat bisa menghidupkan orang yang telah mati dengan izin Allah Ta'ala. Kisah ini difirmankan oleh Allah Ta'ala dalam al-Qur'an surat Ali Imran [3] ayat 49.
"Dan sebagai Rasul kepada Bani Israil (Isa AS berkata), 'Aku telah datang kepada kamu dengan sebuah tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, yaitu aku membuatkan bagimu (sesuatu) dari tanah berbentuk seperti burung, lalu aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan izin Allah. Dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak lahir dan orang yang berpenyakit kusta. Dan aku menghidupkan orang mati dengan izin Allah, dan aku beri tahukan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu orang beriman'."
Mukjizat, secara istilah, berarti kejadian luar biasa yang Allah Ta'ala berikan kepada para Nabi-Nya sebagai bukti kenabian mereka. Nabi Ibrahim AS memiliki mukjizat tak mempan dibakar oleh Raja Namrud. Nabi Nuh AS mempunyai mukjizat mampu membuat kapal besar dalam waktu singkat ketika Allah Ta'ala memerintahkannya. Nabi Musa AS mampu membelah lautan ketika dikejar oleh Raja Fir'aun dan bala tentaranya.
Semua mukjizat tersebut terlihat tidak rasional. Artinya, terlihat aneh, tak bisa dicerna oleh akal, hanya mampu dilihat dan dirasakan saat itu saja. Laut yang dibelah oleh Nabi Musa AS atas izin Allah Ta'ala, misalnya, hanya bisa dilihat dan dirasakan saat Nabi Musa AS sudah terdesak dikejar Fir'aun dan bala tentaranya. Setelah Bani Israil bersama Nabi Musa AS berhasil menyeberangi Laut Merah yang terbelah, laut tersebut menutup kembali seperti sedia kala, menenggelamkan Fir'aun dan bala tentaranya. Sejak saat itu, kita tak bisa lagi melihat laut yang terbelah. Sebab, kejadiannya hanya satu kali itu saja.
Dari sekian banyak mukjizat para nabi dan Rasul, hanya ada satu mukjizat yang rasional, isinya mampu dicerna oleh akal manusia, kebenarannya bisa dibuktikan, keberadaannya bisa dirasakan, dan keindahan bahasanya bisa diresapi sampai saat ini, bahkan sampai akhir zaman. Itulah al-Qur'an, mukjizat terbesar yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad SAW untuk umat manusia.
Memang, al-Qur'an tak bisa dibuat oleh manusia meskipun hanya satu ayat saja. Ini diungkap oleh Allah Ta'ala dalam al-Qur'an surat Yunus [10] ayat 38, "Apakah pantas mereka mengatakan, 'Muhammad yang telah membuatnya?' Katakanlah, 'Buatlah sebuah surat yang semisal dengan surat (Al-Qur'an), dan ajaklah siapa saja di antara kamu yang mampu (membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar'."
Namun, bukan berarti al-Qur'an menjadi ekslusif hanya untuk para Nabi dan Rasul saja. Bukan juga untuk segolongan manusia saja. Al-Qur'an diciptakan oleh Allah Ta'ala untuk semua manusia. Ini tidak seperti kitab-kitab yang diturunkan Allah Ta'ala sebelumnya yang diperuntukkan bagi kaum tertentu saja.
Hanya saja, al-Qur'an baru akan menjadi petunjuk bila manusia mengimaninya. Jika tidak, mana mungkin al-Qur'an bisa dijadikan petunjuk? Mengimaninya saja tidak, apalagi mengikutinya. Allah Ta'ala berfirman dalam surat al-Baqarah [2] ayat 2 dan 3, "Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan sholat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka."
Yang menarik, al-Qur'an tidaklah diturunkan sekaligus, melainkan bertahap. Perihal ini, kaum kafir sempat bertanya seraya mengolok-olok, "Mengapa al-Qur'an tidak diturunkan kepada Muhammad secara sekaligus?" (al-Furqon [25]: 32). Lalu Allah Ta'ala menjawab, sebagaimana sambungan dari ayat tadi, "Agar Kami memperteguh hatimu, (wahai) Muhammad."
Dengan demikian, wajarlah bila al-Qur'an disebut-sebut sebagai mukjizat terbesar di antara sekian banyak mukjizat yang diberikan Allah Ta'ala kepada pada Nabi dan Rasul. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat