Kamis, 14 Januari 2021

Belajar dari Sang Pengantar Surat

Suatu subuh, usai shalat berjamaah dan berzikir,  Rasulullah SAW mengumpulkan sahabat-sahabatnya. Hari itu adalah kali pertama Rasulullah SAW hendak berkirim surat kepada para raja dan penguasa di sekitar Madinah. Beliau ingin mengajak para penguasa itu menerima Islam sebagai agama mereka.

Surat sudah disiapkan. Yang belum hanya pengantarnya. Lalu pada Subuh itu, Rasulullah SAW mengarahkan pandangannya kepada seluruh sahabatnya seraya mengamati, kemudian memilih di antara mereka untuk mengemban tugas sebagai pengantar surat. 

Sebelum para sahabat pergi, Rasulullah SAW berpesan kepada mereka, "Berlakulah ikhlas dan setia kepada hamba-hamba Allah karena Allah. Barangsiapa diserahi untuk menangani urusan atau kepentingan manusia, namun berlaku tidak jujur dan tidak ikhlas, maka Allah mengharamkan baginya surga," kata Rasulullah SAW. 

"Pergilah untuk menunaikan tugasmu dan jangan bertindak seperti perbuatan utusan-utusan Isa Ibnu Maryam," kata Rasulullah SAW lagi sebagaimana dikutip dari buku berjudul Surat-surat Nabi Muhammad karya Kholid Sayyid Ali. 

Para sahabat lalu bertanya, "Apa yang telah mereka (utusan Isa Ibn Maryam) perbuat ya Rasulullah?"

Rasullah SAW menjawab, "Dia menugaskan mereka sebagaimana perintahku kepada kalian. Mereka yang diutus ke suatu tempat yang jauh namun berbalik arah, menjadi malas dan enggan menunaikan tugasnya."

Dari kisah ini tergambar betapa berat tugas seorang pengantar surat. Ia dituntut untuk jujur, ikhlas, bersungguh-sungguh, dan tidak berkhianat. Jika ini semua dilakoninya, maka surgalah ganjarannya. Tapi bila sebaliknya, maka ia tak akan mencium wanginya surga.

Saat ini, dengan kemajuan teknologi yang demikian pesat, kita semua bisa berperan sebagai pengantar surat dan meraih kemuliaannya. Kita tak perlu lagi memacu kuda melewati gurun yang tandus sebagaimana para sahabat pengantar surat Rasulullah SAW. Kita cukup mengklik "send" atau menekan "enter" sambil duduk manis di belakang meja dan menyeruput kopi panas. Pesan pun seketika sampai.

Meskipun Rasulullah SAW telah lama wafat, namun pesan-pesan beliau saat ini tetap abadi, baik pesan wahyu yang terdokumentasi dengan baik dalam mushaf al-Qur'an, maupun tertulis rapi dalam kitab-kitab Sunnah. Semua pesan itu bisa kita sampaikan kepada para penguasa, bahkan juga para pejabat, pengusaha, tokoh masyarakat, dan orang-orang biasa. 

Yang diperlukan saat ini hanya kemauan dan keberanian. Maukah kita mengantarkan ajakan Islam kepada mereka semua?

Sebagian dari mereka mungkin saja enggan membaca pesan yang kita antarkan. Sebagian yang lain boleh jadi mau, namun tak sudi mengimaninya. Tak apalah! Urusan hidayah memang bukan urusan manusia. Ia menjadi urusan Allah Ta'ala.

Para raja yang dikirimi surat oleh Rasulullah SAW pun tak semua sudi mengikutinya meskipun mau membacanya dengan takzim. Kaisar Heraclius, misalnya. Rasulullah SAW telah mengutus Dahyah bin Khalifah al-Katabi untuk menyampaikan surat beliau. Heraclius membalas surat Rasulullah SAW dengan mengaku telah memeluk agama Islam. Padahal, Rasulullah SAW tahu bahwa itu hanya dusta belaka.

Ada juga tokoh yang mengimani seruan Rasulullah SAW dengan sungguh-sungguh. Uskup Dhughaathir, misalnya. Setelah ia menerima surat dari Rasulullah SAW, ia langsung mengimaninya. Ia mengganti jubah hitam keuskupan dengan pakaian putih, lalu pergi kepada jamaahnya dan mengucap syahadat. Akibat aksi ini para jamaah marah dan ramai-ramai membunuhnya.

Demikianlah tugas seorang pengantar surat. Ia hanya bertugas menyampaikan saja. Ia bukan  pemilik pesan. Terkadang orang yang menerima pesan tersebut bereaksi positif, terkadang lagi negatif.

Kini, telah ada profesi khusus untuk para pengantar pesan, yakni para pewarta atau jurnalis. Tugas mereka seperti para pengantar surat. Mereka hanya penyampai kabar, bukan pemilik kabar. Bahkan mereka tak boleh menyampaikan pendapat milik mereka sendiri. Sebab, mereka terikat oleh kode etik. Mereka tak diperkenankan beropini.

Setiap hari, puluhan kabar milik orang lain mereka sampaikan. Ada kabar dari ulama, penguasa, bahkan juga rakyat jelata. Semua mereka sampaikan. Itulah tugas mereka. 

Meskipun tugas mereka hanya menyampaikan, bukan berarti tanpa risiko. Tidak! Bahkan risiko yang membayangi mereka amat besar. Nyawa mereka bisa melayang karena profesi itu.

Sering kita dengar para jurnalis diancam, disakiti, bahkan dibunuh. Banyak yang memusuhi mereka meski tugas mereka hanya menyampaikan sebagaimana para pengantar surat. Banyak yang tak suka dengan kabar yang mereka antarkan meskipun kabar itu bukan milik mereka.

Risiko seperti itu sebetulnya sudah mereka sadari sebagaimana dulu para pengantar surat Rasulullah SAW juga menyadarinya. Mereka tahu profesi pengantar surat tersebut bisa mencelakai mereka. Ini hampir dialami oleh Abdullah bin Hudzafah as-Sahami saat mengantar surat Rasulullah SAW kepada Raja Persia, Kisra.

Kisra merobek-robek surat dari Rasulullah SAW seraya berkata dengan sombong, "Siapakah orang itu yang mengajak aku menganut agamnya serta menuliskan namanya sebelum namaku?" Abdullah bin Hudzafah kemudian diusirnya dengan sangat kasar.

Namun, para pengantar surat Rasulullah SAW tak pernah takut dengan segala risiko tersebut. Sebab, mereka telah mengimani bahwa ganjaran yang akan mereka terima adalah surga. Itulah sebaik-baik ganjaran.

Saat hendak mengirimkan suratnya kepada Heraclius, Rasulullah SAW mengumpulkan para sahabatnya dan bertanya, "Siapa yang akan mengantarkan suratku ke Heraclius? Yang bersedia akan masuk surga!" Dahyah bin Khalifah al-Katabi spontan menjawab, "Saya wahai Rasulullah."

Lantas bagaimana dengan para pengantar pesan saat ini? Takutkah mereka dengan segala risiko yang akan dihadapi? Lemahkah semangat mereka manakala upah yang mereka terima tak sebanding dengan pekerjaan yang mereka lakukan?

Maka, wahai para penyampai kabar, bekerjalah dengan jujur dan ikhlas semata hanya mengharap ridho dari Allah Ta'ala, bukan yang lain, sebagaimana pesan Rasulullah SAW pada suatu subuh kepada sahabat yang mengantar surat beliau.

Bekerjalah dengan profesional, jangan bermalas-malasan, dan jangan berkhianat! Sebab, profesi ini tak mudah. Hanya orang-orang yang tekun dan gigih yang bisa menjalankannya dengan baik.

Jika semua ini engkau turuti wahai para pengantar kabar, kata Rasulullah SAW, maka Allah Ta'ala akan memberi ganjaran surga untuk kalian.

Wallahu a'lam. ***


(Artikel ini dimuat di Majalah Suara Hidayatullah edisi Januari 2021)

1 komentar:

  1. Maa syaa Allah. Semoga kita menjadi bagian dari mereka yang menyiarkan kabar kembira untuk umay manusia lainnya. Semoga meskipun hanya berdiam diri di rumah dan hanya mengetik send/enter di tulisan kita bisa membuka tabir kesombongan yang ada pada diri manusia untuk selalu beramar ma'ruf nahi munkar. Aamiin

    BalasHapus

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat