Senin, 25 April 2016

Bijak Berkomunikasi

"Ustad," kata saya kepada seorang dai yang saya kenal jujur, "Dari mana antum (Anda) memperoleh informasi itu?"

"Dari grup sebelah," jawab sang Ustadz tentang informasi yang baru saja ia share ke grup whatsapp (WA) yang saya termasuk di dalamnya. Grup sebelah yang ia maksud adalah grup lain yang juga ia ikuti.

"Apakah ustadz yakin informasi tersebut benar?" tanya saya lagi.

"Saya tidak tahu. Tapi info tersebut dikirim oleh Ust Fulan. Saya percaya Ustads Fulan tak mungkin berbohong," jawabnya.

"Tapi ustadz, apakah antum yakin kalau info tersebut betul-betul berasal dari Ustadz Fulan? Jangan-jangan Ustadz Fulan juga meneruskan informasi dari grup yang dia ikuti. Lalu dari mana sebetulnya informasi itu berasal? Siapa yang pertama membuatnya? Apakah antum yakin jalur komunikasi dari awal hingga sekarang sampai ke tangan antum telah steril dari bias?"

"Astagfirullahal adzim. Ampuni saya ya Allah," kata sang Ustadz menyadari kekeliruannya.

o0o

"Saya memahami bila antum sangat berhati-hati dalam memberikan informasi. Antum wartawan. Sudah terbiasa berhati-hati. Sedang kami, cuma masyarakat biasa yang menikmati berita-berita yang antum buat," ungkap seorang sahabat kepada saya dalam sebuah diskusi di grup WA.

"Antum keliru," kata saya kemudian. "Kita semua adalah wartawan! Di era sosial media sekarang ini, kita semua adalah pewarta. Kita semua bisa dengan mudah mempublikasikan apa yang kita tulis. Mudah sekali! Bahkan informasi yang beredar di jejaring sosial lebih cepat berdampak ketimbang informasi dari media formal. Inilah realita yang kita hadapi sekarang."

"Jadi ...," kata saya melanjutkan, " ... tidak cuma saya yang harus terbiasa berhati-hati dalam menulis. Kita semua harus terbiasa. Kita bukan sekadar harus memastikan bahwa informasi yang kita tulis benar, tapi juga harus tahu apa dampak dari tulisan yang kita publikasikan."

o0o

Sesorang mahasiswi mengacungkan tangannya.Moderator yang duduk di sebelah saya memberikan kesempatan kepada mahasiswi itu untuk bertanya.

"Begini, Pak!" katanya seraya berdiri. "Media massa saat ini begitu banyak. Saking banyaknya, kami bingung memilih mana media yang menyajikan informasi secara benar, dan mana media yang suka berbohong?"

"Baiklah mbak!" jawab saya. "Jika sekadar ingin tahu data yang benar, maka mbak bisa menyimak media-media besar yang kredibel dan bertanggungjawab atas kebenaran informasi yang mereka sajikan. Mereka biasanya bekerja profesional. Mereka tak mungkin menyajikan informasi bohong."

Namun, kata saya lagi, meski mereka kredibel, bukan berarti mereka aman untuk dikonsumsi. Sebab, tak semua data mereka sajikan. Sebagian mungkin mereka sembunyikan. Hanya data yang mendukung sudut pandang mereka saja yang disajikan. Dan ini amat berbahaya ...

o0o

Tiga "obrolan" yang redaksinya sedikit diedit ini mudah-mudahan memberi gambaran bagaimana  cara bijak berkomunikasi ...

Wallahu a'lam