Kamis, 29 Januari 2015

Kenalkan Toleransi Sejak Dini

Tidaklah sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga.Penghuni-penghuni surga itulah orang-orang yang beruntung. (Al-Hasyr [59]: 20).


Konsep tentang Tuhan amat penting dikenalkan kepada anak-anak sekolah sejak dini, bahkan ketika mereka belum baligh. Anak-anak perlu mengenal Tuhan dengan benar. Bahwa, Tuhan yang patut disembah adalah Allah SWT. Tak ada Tuhan yang lain. Dia tak beranak, tak pula diperanakkan, dan tak menyerupai apa pun, serta Dia maha segala-galanya. Inilah gerbang menuju Islam.

Rasulullah SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh Hakim dari Ibn Abbas, pernah berkata, "Jadikanlah kata-kata pertama yang diucapkan seorang anak kalimat 'Laa Ilaaha Illallah' (tiada Tuhan selain Allah)."

Setelah itu, kata Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam Tuhfatul wadud bi Ahkamil Maulud, ajarkan juga kepada mereka bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Mendengar. Allah SWT mendengar apa saja yang dibicarakan manusia dan Dia senantiasa mengawasi seluruh makhluk-Nya.

Ajarkan juga bahwa Allah SWT yang menciptakan jagad raya dan seisinya. Dialah yang memberi rejeki kepada mahluk. Dia yang menghidupkan serta mematikan siapa saja yang Dia kehendaki. Dan, yang tak kalah penting, ajarkan konsekuensi bila kita berlaku syirik, menganggap ada Tuhan lain kecuali Allah SWT.

Ketika anak-anak ini kemudian berinteraksi dengan anak-anak lain yang berbeda agama dengan mereka maka anak-anak ini akan tahu bahwa mereka berbeda. Meskipun warna kulit mereka sama, bahasa mereka sama, daerah tempat tinggal mereka sama, baju yang mereka kenakan sama, hobi mereka sama, namun ada hal mendasar yang membuat mereka berbeda. Yakni, agama.

Lalu tanamkan rasa percaya diri atas agama yang mereka yakini. Mereka harus tahu bahwa Islam adalah agama yang benar. Tak ada agama lain yang benar kecuali Islam.

Perbedaan ini perlu dikenalkan kepada anak-anak supaya kelak mereka mengenal konsep toleransi. Mana mungkin mereka bisa paham konsep toleransi jika mereka tak paham adanya perbedaan itu. Bukankah toleransi itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti menenggang (menghargai) pendirian (termasuk kepercayaan) yang berbeda?

Cuma sayangnya, sekarang ini perbedaan itu cenderung disembunyikan. Justru yang ditonjolkan adalah persamaannya. Jargon yang sering kita dengar adalah, "Kita semua sama. Tak perlu membesar-besarkan perbedaan." Lantas, jika sudah sama, apa yang perlu ditoleransi?

Bukannya tak boleh kita mengedepankan persamaan. Namun jika tak hati-hati, anak-anak akan salah memahami maknanya. Jangan sampai mereka menganggap bahwa semua agama itu sama-sama benar kerena semuanya mengajarkan kebajikan.

Apalagi bila mereka kemudian menganggap bahwa Tuhan di semua agama itu sama. Tuhan di agama Islam sama seperti Tuhan di agama yang lain. Padahal, ada agama yang menyatakan bahwa Tuhan itu tiga, empat, bahkan ada juga yang menyebut Tuhan itu "manusia yang naik derajatnya menjadi Tuhan." Bayangkan, betapa murkanya Allah SWT jika disamakan dengan itu semua.

Jadi, betapa naifnya jika ada seorang guru yang mengajak anak-anak Muslim berdoa, lalu mengganti kata Allah dengan kata Tuhan agar bisa berdoa bersama murid-murid lain yang berbeda agama. Ajaran seperti ini amat berbahaya dan bisa menyesatkan pemahaman anak-anak tentang konsep tauhid. Apalagi bila gagasan seperti itu muncul dari seorang menteri.

Wallahu a'lam.