Minggu, 26 September 2021

Meredam Konflik Ala "Trio Macan"

Sebelum kerusuhan Ambon meletus pada tahun 1999, konflik antar pemeluk agama di Kota Dobo, ibukota Kepulauan Aru, Maluku, justru lebih dulu muncul. Bila konflik di Ambon terjadi saat Idul Fitri, konflik di Dobo justru sudah terjadi tiga hari sebelumnya.

Namun, kerusuhan di Dobo tidak selama di Ambon. "Konflik di Dobo hanya beberapa minggu saja. Setelah itu reda," kata Ketua MUI Kabupaten Kepulauan Aru, Abdul Haris Elwahan, saat ditemui penulis di Dobo, pada Sabtu (25/9). Sementara di Ambon dan sekitarnya, konflik menyisakan trauma berbulan-bulan. 

Mengapa konflik di Dobo bisa diredam dengan cepat? Abdul Haris menduga, karena sejak lama masyarakat Kota Dobo hidup berdampingan secara damai. Kalau pun ada gesekan, bisa diselesaikan secara kekeluargaan. "Setiap kali ada gesekan, semua pemuka agama di Kota Dobo segera turun tangan," jelas Abdul Haris lagi. 

Ada tiga tokoh agama berpengaruh di Dobo. Pertama, Ketua MUI. Kedua, Pastor Katolik. Dan, ketiga, Ketua Klasis Protestan. "Orang-orang menyebut ketiganya Trio Macan," cerita Abdul Haris. Ia sendiri tak tahu mengapa masyarakat memberi sebutan seperti itu.

Setiap kali ada gesekan berbau SARA, masyarakat akan memanggil-manggil, "Mana Trio Macan, mana Trio Macan!" Lalu, ketiga tokoh agama ini akan segera datang untuk meredam konflik tersebut.

Saat kerusuhan tahun 1999, ketiga tokoh agama ini segera membuat rekonsiliasi dibantu juga oleh tokoh-tokoh adat. Setelah itu, kerusuhan selesai. Konflik bisa diredam dan kehidupan masyarakat kembali normal. Bahkan, cerita Abdul Haris, hubungan antar pemeluk agama terasa lebih akrab dibanding sebelum konflik.

Trio Macan juga menjadi mitra pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan yang berpotensi menimbulkan gesekan. Setiap kali pemerintah mau membuat kebijakan, Trio Macan selalu dimintai pandangannya terlebih dahulu. Dalam sebulan, kataHaris, ketiga tokoh agama ini setidaknya bertemu tiga kali untuk membahas hal-hal yang bisa merusak kerukunan. 

Di Kabupaten Kepulauan Aru, jelas Haris, ada beberapa organisasi Islam yang aktif, yakni NU, Muhammadiyah, Hidayatullah, Dewan Masjid Indonesia, dan BKPRMI, ditambah majelis-majelis taklim dan organisasi-organisasi pemuda. Abdul Haris sendiri berasal dari NU.

Semua organisasi Islam tersebut saling bersinergi. Mereka menyadari kalau berdakwah di Kepulauan Aru tidak mudah. Kepulauan Aru memiliki banyak sekali pulau. Totalnya, kata Abdul Harus, bisa mencapai 217 pulau dengan 79 pulau berpenghuni.

Dari pulau-pulau yang berpenghuni tersebut, kebanyakan pemeluk Islam dan Kristen berbaur. Bahkan, dalam satu keluarga, bisa memeluk bermacam agama. Namun, kata Abdul Haris, tidak pernah terdengar ada konflik di antara mereka. Bupati Kepulauan Aru sendiri telah mencanangkan Aru sebagai barometer toleransi antar umat beragama di Maluku.

Kendala utama dakwah di Kepulauan Aru, menurut Abdul Haris, adalah transportasi. Tidak mudah mengunjungi pulau demi pulau di kabupaten ini jika tak memiliki kapal. Di sisi lain, jumlah dai di Kepulauan Aru sangat kurang. Tidak heran, dakwah masih belum menyentuh masyarakat Muslim di semua pulau di kabupaten ini. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat