Pada tahun 318 M, di Mesir, muncul satu kelompok Kristen baru yang berpendapat bahwa Yesus adalah Mesiah (Nabi), bukan Tuhan. Pendapat ini jelas menyelisihi kebanyakan penganut Kristen pada masa itu yang mengimani bahwa Yesus setara dengan Tuhan sebagaimana ajaran yang dibawa oleh Paulus. Kelompok ini bernama Arianisme, sesuai dengan nama tokoh yang memimpin kelompok ini, Arius (246-336 M).
Menurut kelompok ini, Yesus atau Nabi Isa adalah mahluk pertama yang diciptakan Allah (pra eksistensi). Jadi, sebelum dunia ini diciptakan, Allah menciptakan Sang Anak (Logos), makhluk rohani pertama dan paling mulia. Pada waktunya, Sang Anak turun ke dunia dan menjelma menjadi manusia (Yesus Kristus) melalui Maria, tanpa peran ayah manusia.
Pendapat ini tentu berbeda dengan pendapat kaum Ebionit. Meskipun kedua sekte ini sama-sama berpendapat bahwa Yesus bukan Tuhan (hanya manusia biasa yang diciptakan oleh Tuhan), namun kaum Ebionit tidak menganggap Yesus sebagai mahluk pertama yang diciptakan Allah (ingat kembali uraian tentang Ebionit pada beberapa halaman sebelumnya).
Lagi pula, pengikut Ebionit adalah kaum Yahudi yang sejak awal menolak keyakinan Paulus. Mereka komunitas Yahudi yang percaya Yesus sebagai Mesias, bukan Tuhan, namun tetap berpegang pada hukum Musa. Sedang pengikut Arianisme bukan orang-orang Yahudi (Kristen non-Yahudi). Ajaran ini berkembang di Mesir, Siria, dan Eropa Timur.
BACA JUGA: Surat Muhammad Kepada Kisra
Arius, sang tokoh Arianisme, adalah uskup di sebuah gereja kecil di Alexandria, Mesir. Ia memiliki darah Amazigh, yakni penduduk asli Afrika Utara. Ia diduga kuat menjadi murid Lucian dari Antiokhia. Sebab, ajaran Arius sangat mirip dengan ajaran Lucian.
Arius menyebarkan ajarannya dan memiliki banyak pengikut. Ketika itu, Romawi diperintah oleh Kaisar Konstantinus Agung (Konstantinus I) yang naik tahta pada tahun 306 M, menggantikan ayahnya Constantius Chlorus.
Awalnya, para pengikut Arius hanyalah komunitas kecil yang tertindas di Mesir. Mereka kalah dengan gereja arus utama yang berpendapat Yesus adalah Tuhan. Di Alexandria, Mesir, gereja arus utama dipimpin oleh Uskup Alexander.
Lalu terjadilah kehendak Allah Ta'ala yang tak disangka-sangka. Konstantinus masuk Kristen pada tahun 312 M setelah memenangkan pertempuran Jembatan Milvian antara dirinya dan rivalnya, Maxentius. Ia tidak sekadar berhenti menyembah dewa-dewi Romawi, namun juga berhenti menganiaya umat Kristen sebagaimana dilakukan para pendahulunya.
Bahkan, setahun kemudian, 313 M, ia mengeluarkan Maklumat Milan yang isinya menjamin kebebasan beragama bagi semua orang di kekaisaran Romawi dan mengembalikan harta milik gereja yang sebelumnya disita.
Langkah ini tak sekadar membuat jumlah pengikut Kristen arus utama (yang dikomandari oleh Uskup Alexander) bertambah banyak, juga jumlah pengikut Arianisme (yang dipimpin oleh Arius) semakin banyak. Maka, terjadilah benturan antara pengikut Arius dan Uskup Alexander. Untuk menengahi keduanya, Kaisar Konstantinus menggelar Konsili Nicea I pada tahun 325 M. Arius dan Alexander juga diundang dalam Konsili ini.
Sayangnya, konsili ini tidak berpihak kepada Arius. Konsili ini pada akhirnya memutuskan bahwa Yesus sehakikat dengan Allah Bapa. Artinya, Yesus diputuskan sebagai Tuhan. Sedang pandangan sebaliknya yang dianut kelompok Arianus dinyatakan bidah dan dilarang beredar.
Lalu bagaimana dengan kelompok Ebionit yang juga mengimani bahwa Yesus bukan Tuhan? Sejumlah sejarawan menduga bahwa pada abd ke 4 M, kelompok ini hampir punah di wilayah kekuasaan Romawi. Sebab, mereka tidak diterima oleh gereja-gereja Kristen resmi (yang sudah lebih Yunani dan Trinitarian). Mereka tetap dianggap orang Yahudi meskipun beragama Kristen. Ketika itu, komunitas Yahudi tak disukai oleh masyarakat Romawi terutama setelah pemberontakan Bar Kokhba.
Namun, keputusan Nicea ini rupanya tidak langsung menghapus Arianisme. Banyak uskup Romawi yang tetap mendukung Arius. Bahkan, pada abad ke-4, Kaisar Constantius II (337-361 M), putra Konstantin, menganut Arianisme sehingga Arianisme menjadi agama resmi di wilayah Romawi Timur ketika itu. Sebaliknya, Gereka Katholik Ortodoks menjadi minoritas sementara waktu.
Saat berada di puncak inilah, jumlah pengikut Arius kian berkembang. Bangsa Goth (Visigoth, Ostrogoth) memeluk Arianisme. Begitu pula Bangsa Vandal. Bahkan, Kerajaan Ostrogoth dan Vandal mendominasi setelah jatuhnya Romawi Barat.
Pada abad ke 6 M, Ketika Kaisar Justinianus (527-565 M) berkuasa, ia Kembali memaksakan ajaran Orthodoks. Kerajaan Arian (Visigoth, Vandal, Ostrogoth) dikonversi ke Katolik melalui perang dan politik. Setelah itu barulah Arianisme lenyap dari Eropa Barat. Sementara di Timur, ajaran Arianisme bercampur dengan Islamisasi. Di Afrika Utara, misalnya, komunitas Arian yang tersisa lebih mudah menerima Islam ketimbang Kristen Ortodoks.
Yang menarik, ada sekelompok penganut Kristen di Yaman yang diabadikan oleh Allah Ta'ala dalam al-Qur'an surat al-Buruj [85] ayat 4-8, yakni kisah para penggali parit (ashabul Ukhdud) yang dikutuk oleh Allah Ta'ala. Dalam kisah tersebut diceritakan tentang orang-orang beriman yang dilemparkan ke dalam parit yang membara.
Allah Ta'ala menyebut orang-orang yang dilemparkan tersebut sebagai "mukmin" (orang beriman). Siapakah mereka? Apakah mereka pengikut Ebionit atau Arianisme yang mengesakan Allah dan tidak menganggap Yesus sebagai anak Tuhan? Wallahu a'lam. Hanya saja, dari semua sekte Kristen awal, kelompok Ebionit yang paling dekat dengan Islam.
Wallahu a'lam. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat