Laman

Selasa, 07 Oktober 2025

Suatu Masa Ketika Umat Kristiani Diperkusi Amat Berat

Ada satu masa di mana umat Kristen mengalami persekusi amat berat. Masa itu adalah ketika Kaisar Decius --bernama lengkap Gaius Messius Quintus Decius-- memerintah Imperium Romawi pada tahun 249 hingga 251 M. 

Pada masa itu, sekitar tahun 250 M, Decius mengeluarkan peraturan bernama Edict of Decius. Isinya mewajibkan seluruh warga Romawi, tak peduli beragama apa pun, untuk mempersembahkan korban (sesaji) kepada Dewa Dewi Romawi dan demi keselamatan kaisar. Siapa saja yang tak mau, akan dihukum berat.

Sebenarnya, pada masa-masa sebelumnya, seperti ketika Romawi berada di bawah pemerintahan Kaisar Nero, penganiayaan terhadap umat Kristen sudah terjadi. Namun sifatnya lebih lokal atau terbatas pada wilayah tertentu. Decius justru menjadi kaisar pertama yang melakukan persekusi sistematis di seluruh Kekaisaran Romawi. 

Siapa saja yang mau menjalankan perintahnya --memberikan sesaji-- akan diberi sertifikat khusus (libellus) sebagai bukti bahwa mereka setia kepada agama negara. Tapi, bagi yang tidak, akan ditangkap, dipenjara, disiksa, bahkan dihukum mati.

Banyak umat Kristen yang mulanya menolak perintah tersebut. Akibatnya, mereka ditangkap karena dianggap pengkhianat negara. Satu di antaranya Paus Fabianus, uskup Roma yang menjabat sebagai Paus sejak tahun 236 M. Ia ditangkap dan dihukum mati oleh Decius pada tahun 250 M. Sumber-sumber kuno menyebutkan bahwa ia menjadi martir pertama pada persekusi Decius.

Persekusi yang kejam ini memaksa sebagian umat Kristen bersembunyi, sedang sebagian yang lain menyerah dan mempersembahkan sesaji demi menyelamatkan nyawanya. Hal ini menimbulkan krisis besar di dalam gereja tentang bagaimana memperlakukan mereka yang murtad (disebut lapsi karena bersifat sementara) setelah nanti keadaan reda.

Paus Fabianus adalah pengikut ajaran Paulus yang menganggap Yesus atau Nabi Isa adalah Tuhan. Ia juga bukan orang Yahudi. Jumlah pengikut Kristen yang mengimani ajaran Paulus ketika itu memang banyak. Lalu bagaimana dengan para penganut Kristen yang tetap meyakini bahwa Nabi Isa atau Yesus bukan Tuhan melainkan manusia biasa yang dipilih oleh Tuhan untuk menyampaikan risalah-Nya? Apakah mereka masih ada pada masa itu?

Ulama dan para sejarawan Islam meyakini bahwa mereka masih ada. Fakta ini jelas terlihat dalam kisah ashabul Kahfi yang diuraikan dalam al-Qur'an surat al-Kahfi [18] ayat 9-26. Di sana digambarkan bahwa ada sekelompok pemuda beriman yang melarikan diri dari penguasa kafir dan bersembunyi di dalam gua bersama seekor anjing. 

Tafsir klasik menyebutkan bahwa mereka berasal dari Efesus (Ephesus), kota kuno di pesisisr barat Asia kecil yang sekarang masuk dalam wilayah Turki. Letaknya dekat dengan kota modren Selcuk di provinsi Izmir (Turki bagian barat). Efesus ketika itu menjadi bagian dari wilayah Romawi.

Tafsir klasik seperti Ibnu Katsir dan at Tabari juga menyebutkan bahwa penguasa kafir yang ditakuti para pemuda tersebut adalah Kaisar Decius. Sumber Kristen awal juga menempatkan kisah tujuh pemuda Efesus ini pada masa penganiayaan Decius.

Yang menarik, tafsir klasik tak pernah menyebut bahwa para pemuda ini berasal dari keturunan Yahudi sebagaimana para pengikut awal Nabi Isa atau kelompok Ebionit. Itu berarti bahwa ajaran asli Nabi Isa juga telah menyebar ke Eropa (Turki), tak sekadar diyakini oleh kaum Yahudi di Baitul Maqdis saja. 

Kembali kepada kisah Decius, rupanya ia tak lama berkuasa di Romawi. Pada tahun 251 M, Bangsa Goth yang dipimpin oleh Raja Cniva, menyerang Romawi. Dalam pertempuran sengit di wilayah Abritus (kini daerah Razgrad, Bulgaria), pasukan Romawi dibuat tak berkutik. Tentara Goth memancing mereka masuk ke dalam rawa-rawa yang tidak dikenal oleh orang Romawi.

Di tempat yang sulit bergerak itu, formasi Romawi kacau dan banyak prajurit tenggelam atau mudah diserang. Decius sendiri, bersama putranya Herennius Etruscus, gugur di rawa-rawa tersebut. Menurut sejarawan Aurelius Victor dan Jordanes, tubuh Decius tidak pernah ditemukan kembali.

Kekalahan ini jelas memalukan, karena untuk pertama kalinya seorang kaisar Romawi gugur dalam perang melawan “barbar”. Moral bangsa Romawi langsung jatuh: Kaisar meninggal di medan perang tanpa sempat dimakamkan secara terhormat.

Peristiwa ini menandai awal fase yang dikenal sebagai Krisis Abad Ketiga, di mana kaisar-kaisar sering gugur, kekacauan politik meningkat, dan serangan dari luar makin gencar.

Tahun 303 M, Diokletianus naik tahta. Persekusi terhadap penganut Kristen dimulai kembali. Bahkan, kali ini lebih kejam. Gereja-gereja dihancurkan, kitab suci dibakar, ibadah dilarang, orang-orang Kristen yang tidak mau menyembah dewa-dewa dipenjara, disiksa, bahkan dibunuh.

Persekusi ini berlangsung lebih lama dibanding masa Decius, terutama karena dilanjutkan oleh penerus Diokletianus, yakni Galerius, Maximinus Daia).

Meski persekusi pada zaman Diokletianus lebih lama dan lebih brutal, namun banyak sejarawan Gereja menyebut persekusi Decius paling berat. Sebab, kebijakan Decius bersifat menyeluruh dan menyentuh hati nurani. Semua orang diwajibkan mempersembahkan sesaji, lalu diberi libellus. Bagi orang Kristen, ini berarti harus secara publik menyangkal imannya.

Jadi, pada masa Decius, kaum Kristen bukan sekadar menghadapi risiko dipenjara atau mati, tetapi juga tekanan moral untuk murtad.

Persekusi ini baru berakhir ketika Konstantinus Agung naik tahta pada tahun 306 M. Ia membuat Edik Toleransi Galerius (311 M) dan Edik Milan (313 M) yang memberi kebebasan beragama bagi umat Kristen. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat