Bagaimana pola dakwah yang efektif untuk masyarakat Raja Ampat?
Kita tahu bahwa Islam telah lama masuk ke Raja Ampat. Sejarah mencatat bahwa dulu Islam telah dibawa oleh masyarakat Ternate dan Tidore (Maluku).
Namun sekarang ini dakwah tidak berkembaang di Raja Ampat. Meskipun Raja Ampat telah menjadi kabupaten sendiri, terpisah dari Sorong, namun dakwah tetap tidak jalan.
Padahal, dibanding masyarakat Papua di wilayah pengunungan, masyarakat Raja Ampat lebih maju. Mereka lebih mudah menerima informasi. Sementara masyarakat Papua wilayah pegunungan, seolah-olah dibiarkan bodoh. Mereka telah dikorbankan oleh pemerintah.
Jadi, dakwah kepada masyarakat Raja Ampat sebenarnya lebih mudah. Sayangnya, sedikit sekali mubaligh yang mau membina saudaraa-saudara kita di sana.
Apa tantangan terberat bagi para dai di Raja Ampat?
Sebenarnya, di mana pun dakwah, selalu ada tantangan. Jangan beranggapan bahwa tantangan dakwah hanya ada di daerah-daaerah terpencil seperti Raja Ampat atau Papua.
BACA JUGA: Jejak Muslim di Raja Ampat
Namun, fakta memang menyatakan, jumlah dai yang mau ditugaskan ke daerah-daerah terpencil sedikit sekali. Ini bukan hanya dialami oleh Raja Ampat dan Papua, tapi juga daerah-daerah terpencil lainnya di Indonesia.
Jadi, ini masalah nasional, bukan hanya Papua. Salah satu penyebabnya, keberpihakan pemerintah terhadap dakwah kurang. Apalagi bila pemerintah dikuasai oleh non-Muslim. Mereka tak akan peduli pada syiar Islam.
Untunglah saat ini telah ada beberapa lembaga Islam yang mau menerjunkan dainya ke Papua. Mereka berdakwah atas biaya sendiri, atau dibantu masyarakat, bukan pemerintah.
AFKN sendiri, misalnya, saat ini telah mengirimkan dai-dai terdidik ke Papua, khususnya Raja Ampat. Kebanyakan mereka berasal dari Papua itu sendiri. Mereka dididik di pesantren AFKN di Bekasi, Jawa Barat, sebelum diterjunkan kembali ke Papua.
Dai-dai tersebut harus menginap di sana, berbaur dengan masyarakat, dan memberikan solusi atas persoalan yang dialami masyarakat.
Pekerjaan seperti ini tentu saja tak mudah. Kami harus berusaha menyadarkan para orangtua agar mau mengikhlaskan anaknya dididik oleh kami supaya kelak menjadi dai yang taangguh. Ini pekerjaan sulit.
Jadi, apakah dakwah ini harus dimulai dari anak-aanak muda?
Ya, kami melakukan hal itu. Setiap tahun kami melatih anak-anak muda Papua. Kami ambil mereka dari pedalaman. Kami bina agamanya, kami asah keterampilannya, lalu kami kembalikan mereka ke Papua. Tahun ini saja kami meluluskan 100 santri.
BAJA JUGA: Islam Pernah Hilang di Waigama
Kami berharap mereka kelak akan melakukan perubahan. Merekalah yang paling tahu Papua. Merekalah yang bisa mengubah daerahnya sendiri.
Tapi harus kami akui, jumlah anak-anak muda yang mau kami bina masih sangat sedikit, masih jauh dari ideal. Kami punya keterbatasan dana, sebagaimana dialami juga oleh lembaga-lembaga dakwah lain yang berkiprah di Papua ini.
Tapi saya optimis, jika kita semua bersatu, persoalan dakwah di Raja Ampat, dan Papua umumnya, bisa kita atasi.***
Jadi, ini masalah nasional, bukan hanya Papua. Salah satu penyebabnya, keberpihakan pemerintah terhadap dakwah kurang. Apalagi bila pemerintah dikuasai oleh non-Muslim. Mereka tak akan peduli pada syiar Islam.
Untunglah saat ini telah ada beberapa lembaga Islam yang mau menerjunkan dainya ke Papua. Mereka berdakwah atas biaya sendiri, atau dibantu masyarakat, bukan pemerintah.
AFKN sendiri, misalnya, saat ini telah mengirimkan dai-dai terdidik ke Papua, khususnya Raja Ampat. Kebanyakan mereka berasal dari Papua itu sendiri. Mereka dididik di pesantren AFKN di Bekasi, Jawa Barat, sebelum diterjunkan kembali ke Papua.
Dai-dai tersebut harus menginap di sana, berbaur dengan masyarakat, dan memberikan solusi atas persoalan yang dialami masyarakat.
Pekerjaan seperti ini tentu saja tak mudah. Kami harus berusaha menyadarkan para orangtua agar mau mengikhlaskan anaknya dididik oleh kami supaya kelak menjadi dai yang taangguh. Ini pekerjaan sulit.
Jadi, apakah dakwah ini harus dimulai dari anak-aanak muda?
Ya, kami melakukan hal itu. Setiap tahun kami melatih anak-anak muda Papua. Kami ambil mereka dari pedalaman. Kami bina agamanya, kami asah keterampilannya, lalu kami kembalikan mereka ke Papua. Tahun ini saja kami meluluskan 100 santri.
BAJA JUGA: Islam Pernah Hilang di Waigama
Kami berharap mereka kelak akan melakukan perubahan. Merekalah yang paling tahu Papua. Merekalah yang bisa mengubah daerahnya sendiri.
Tapi harus kami akui, jumlah anak-anak muda yang mau kami bina masih sangat sedikit, masih jauh dari ideal. Kami punya keterbatasan dana, sebagaimana dialami juga oleh lembaga-lembaga dakwah lain yang berkiprah di Papua ini.
Tapi saya optimis, jika kita semua bersatu, persoalan dakwah di Raja Ampat, dan Papua umumnya, bisa kita atasi.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat