Laman

Minggu, 06 Juli 2025

Menyimak Kisah Pemberontakan Makabe

Raja Alexander III atau biasa dikenal Alexander Agung wafat pada Juni 323 SM. Setelah kematiannya, kekaisaran yang pernah dikuasainya terpecah menjadi beberapa kerajaan dan dipimpin oleh para jenderalnya (diadochi). Empat kerajaan paling besar dan berpengaruh di antaranya adalah Mesir, Seleukia atau Seleukos, Pergamon, dan Makedonia (termasuk Yunani).

Dua di antara empat kerajaan tersebut pernah menguasai Yerusalem. Pertama, Mesir, yang dipimpin oleh Ptolemeus dan mendirikan Dinasti Ptolemeus. Kedua, Seleukia yang menguasai sebagian besar wilayah Persia, termasuk Mesopotamia dan Suriah, serta mendirikan Dinasti Seleukia.
 
Pada saat Yerusalem (al-Quds) dikuasai Dinasti Ptollemeus, kaum Yahudi masih memiliki hak-hak sipil, termasuk hak untuk menjalankan agamanya. Namun, pada saat itu budaya Hellenisme sudah menyebar di wilayah-wilayah taklukan Raja Alexander III, termasuk Yerusalem. Bahkan, disekitar Yudea (Palestina), Hellenisme sudah menjadi budaya dominan. Sebagian kaum Yahudi ada yang terpengaruh dengan budaya baru ini. Namun, sebagian lagi tetap kukuh dengan tradisi lamanya.

Setelah Seleukia berhasil mengambil alih seluruh Yudea dari tangan Ptollemeus, kaum Yahudi mulai ditindas. Raja Antiokhus III Epiphanes (167 SM), mengubah secara paksa budaya dan agama Yahudi ke Hellenisme. Sebuah gymnasium –simbol Hellenisme—dibangun di dekat Bait Suci. Siapa pun yang akan masuk ke gimnasaium, sesuai aturan maskulinitas, harus telanjang. Ini melanggar keyakinan orang-orang Yahudi. 

Selain itu, Antiokhus juga menajiskan Bait Suci, merusaknya, bahkan mendirikan berhala di altar Bait Suci. Berhala-berhala juga dipajang di setiap di kota di Yerusalem dan siapa pun yang tak mau menyembahnya akan dihukum mati. 

Suatu ketika, seorang perwira Seleukia menyuruh seorang pendeta Yahudi untuk mempersembahkan seekor babi kepada berhala. Pendeta dari desa tersebut menolak keras. Lalu seorang Yahudi lainnya melangkah maju untuk melakukannya. Namun, pendeta tersebut langsung membunuh perwira yang memerintahkannya.

Pendeta yang berani tersebut bernama Mattathias. Setelah peristiwa tersebut, Mattathias bersama kelima putranya: John, Simon, Judah, Eleazer, dan Jonathan lari ke dalam hutan dan melakukan pemberontakan. Rupanya, banyak masyarakat Yahudi yang bersimpati dan ikut perjuangan keluarga tersebut. Sejak saat itu (167 SM), keluarga Mattathias dikenal sebagai Makabe atau palu. 

Gerakan pemberontakan ini semakin lama semakin membesar. Mereka mulai menguasai desa-desa di utara Yudea, merobohkan altar berhala dan membunuh orang-orang yang menyembahnya, termasuk orang-orang Yahudi yang telah mengikuti paham Helenistik. 

Beberapa kali pasukan Antiokhus tak berkutik melawan pasukan Yahudi yang sangat menguasai medan pegunungan. Bahkan, ketika pasukan Yahudi memasuki gerbang Yerusalem, pasukan Antiokhus tetap tak bisa membendungnya. Mattathias dan pasukannya akhirnya berhasil merebut Bait Suci dan mengusir tentara Antiokhus ke luar Yerusalem. Kemenangan ini diperingati oleh kaum Yahudi setiap tanggal 25 Desember (tahun 165 SM) dengan perayaan Hanukkah.

Setelah Mattathias meninggal tahun 166 SM, tampuk kepemimpinan digantikan oleh putranya berturut-turut. Saat kepemimpinan berada dibawah Simon Makabe, salah seorang putra Mattathias, mereka mendirikan Kerajaan Yahudi bernama Hashmonayim (atau Hasmonean). Simon sendiri menjadi rajanya sekaligus imam besar Yahudi. Wilayah kekuasaannya sempat meluas hingga ke daerah-daerah tetangga seperti Samaria, Galilea, Idumea, dan Perea.

Dinasti ini mulai melemah setelah terjadi konflik internal antara keturunan Mattathias yang berebut tahta, terutama antara Hyrcanus II dan Aristobulus II. Akibat konflik ini, mereka tak bisa menahan masuknya Romawi dibawah pimpinan Jenderal Pompey sekitar tahun 63 SM. Inilah awal mula Romawi mengambil alih wilayah Baitul Maqdis atau Yudea dari tangan Yahudi. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat