WAMENA, distik di Kabupaten Jayawijaya Propinsi Papua Pegunungan ini tiba-tiba rusuh pekan lalu. Sebanyak 10 orang dikabarkan tewas, belasan luka-luka akibat terkena lemparan batu dan anak panah, serta lebih dari 1000 orang mengungsi.
Penulis (berkaus merah) dan Musmulyadi (berbaju putih). |
Saya teringat dengan Ust Musmulyadi, dai muda Hidayatullah yang kerap bolak-balik Wamena-Jayapura. Saya mengunjunginya sekitar 5 bulan lalu, tepatnya akhir Agustus 2022. Saat itu ia tengah merintis berdirinya sekolah dai di pinggiran Jayapura.
Ust Musmulyadi mengaku tak pernah kesulitan berdakwah di Wamena. Ia selalu disambut baik masyarakat. Padahal, ia sendiri bukan penduduk asli. Ia pendatang dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Ia mulai berdakwah di Wamena sejak tahun 2016.
"Kita harus pandai membawa diri kalau mau diterima oleh masyarakat di Wamena. Hormati mereka, ajak mereka baik-baik. Kita berdakwah bukan untuk mencari musuh," ceritanya lagi.
Beberapa warga Wamena bahkan mengikhlaskan Ust Musmulyadi untuk membawa anaknya ke sekolah dai yang ia rintis. Kini, sudah ada 8 putra asli Wamena yang belajar di tempatnya.
"Ayo kita ke Wamena, Pak. Saya ingin tunjukkan kalau Wamena itu indah. Tanahnya subur. Banyak buah-buahan di sana. Penduduknya juga ramah." katanya kepada saya.
Tentu saya ingin sekali ke sana, sekaligus melihat-lihat kegiatan dakwah Ust Musmulyadi membina masyarakat Muslim di wilayah minoritas tersebut.
Tapi, qadarallah, saya harus segera kembali ke Jakarta setelah menyisir Manokwari (Papua Barat), dilanjutkan ke Jayapura. Jika saya ke Wamena, berarti saya harus terbang kembali dari Sentani. Dan, hari itu saya belum bisa.
Tapi insya Allah, suatu saat nanti, saya akan datang ke Wamena, membawa oleh-oleh catatan ringan tentang kiprah dakwah dai di sana. Mudah-mudahan! ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat